Kualitas Tenaga Kerja Di Indonesia Yang Masih Rendah
Tahun 2019, Indonesia pernah naik kelas menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas. Namun, setahun kemudian Bank Dunia kembali menurunkan statusnya karena angka pendapatan merosot.
Mengingat pandemi, hal ini tidak mengagetkan dan banyak yang malah berpendapat performa Indonesia masih cukup baik. Namun, terlepas dari pandemi, Indonesia masih menunjukkan kesulitan melewati middle income trap.Alasannya, karena kebanyakan pekerjaan di Indonesia sekarang, masih berkualitas rendah. Maksudnya apa ?
Beberapa tahun belakangan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebenarnya cukup pesat, dibarengi turunnya angka kemiskinan dan berkembangnya kelas menengah.
Sekarang ada lebih dari 120 juta pekerjaan di Indonesia, dengan produktivitas dan pendapatan yang sudah meningkat, karena sudah mulai bergeser dari sektor pertanian.
Tingkat partisipasi angkatan kerja juga terus meningkat seiring menurunnya angka pengangguran. Meski begitu, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam menciptakan pekerjaan kelas menengah dengan kualitas dan gaji yang cukup.
Kenapa? Karena 50% pekerjaan yang tercipta di dua dekade terakhir berproduktivitas rendah dan penghasilannya di bawah angka minimum untuk hidup kelas menengah.
Nyatanya, dari 85 juta orang yang berpenghasilan, hanya 13 juta yang dapat menghidupi keluarga beranggotakan empat orang dengan gaya hidup kelas menengah.
Selebihnya, sekitar 47% penduduk Indonesia terjebak sebagai aspiring middle class. Indonesia sedang beralih dari sektor pertanian.
Tahun 2000, sektor pertanian hanya menyumbang 16% dari nilai tambah, namun mempekerjakan 45% dari angkatan kerja Indonesia.
Tapi, di 2018 skala sektor ini sudah menurun drastis. Sayangnya, selama pergeseran ini, kebanyakan pekerjaan baru malah tercipta di sektor jasa bernilai rendah, sehingga meski membantu perekonomian, produktivitas dan upah tidak membaik.
Jika dibutuhkan minimum Rp 3,8 juta untuk menjadi kelas menengah, maka 46% dari pekerjaan baru sejak 2008 adalah pekerjaan berkualitas rendah. Hal ini terjadi karena persyaratan memasuki sektor ini cukup rendah, sehingga menjadi tujuan umum bagi pekerja dari sektor pertanian yang cenderung berketerampilan rendah.
Daya saing tenaga kerja Indonesia pun menjadi rendah. Sehingga meski upahnya kecil, upah buruh per unit produknya tinggi dan Indonesia kalah saing dengan negara lain.
Disisi lain, meski keterbukaan Indonesia terhadap persaingan global terus meningkat, kecepatan pergerakannya sangat lambat dan membuat perekonomian Indonesia terkesan tertutup.
Pangsa pasar ekspor-impor Indonesia secara global pun lebih rendah dibanding negara ASEAN lain yang produknya lebih bernilai tinggi, beragam, dan lebih terintegrasi ke dalam rantai pasok global.
Investasi asing ke Indonesia juga lebih sedikit dan kebanyakan berfokus pada ekstraksi SDA atau akses asing ke pasar lokal.
Padahal, investasi asing yang berfokus pada ekspor lah yang umumnya bisa meningkatkan inovasi, dan menciptakan pekerjaan berkualitas. Sulitnya, pekerjaan kelas menengah biasanya membutuhkan keterampilan dan tingkat pendidikan yang tinggi.
Sedangkan di Indonesia, hampir setengah pekerjanya hanya berpendidikan SMP atau kurang. Sebenarnya, rata-rata durasi pendidikan di Indonesia cukup tinggi, namun dibandingkan dengan negara lain, nilai pengembalian dari pendidikan Indonesia sangatlah rendah.
Hal ini karena masih ada ketidakcocokan struktural antara kurikulum pendidikan dengan kebutuhan industri, sehingga keterampilan yang diperoleh di sekolah tidak dihargai. Sekarang, hanya 3 dari 10 orang di Indonesia mampu memenuhi kebutuhan industri.
Masalahnya di Indonesia, perusahaan formal atau asing yang mampu menawarkan pekerjaan berkualitas tinggi hanya mampu menyerap sedikit sekali pekerja, sedangkan pekerjaan berproduktivitas dan gaji rendah malah merajalela.
Sedangkan kebanyakan perusahaan enggan menawarkan pelatihan untuk pekerjanya. Struktur perekonomian Indonesia pun cenderung tidak kondusif untuk menopang pembentukan pekerjaan kelas menengah, karena 2 dari 3 usaha yang ada saat ini adalah usaha informal rumahan.
Baca juga: 11 Alasan kenapa kita harus bersepeda
Umumnya pekerjaan berkualitas yang memberikan gaji tinggi memang berada di sektor jasa berproduktivitas dan nilai tinggi. Kabar baiknya, sejak 2010, sektor ini terus bertumbuh lebih cepat daripada sektor lainnya yang bernilai rendah.
Sayangnya, sektor ini tidak bisa diandalkan sepenuhnya untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak terutama di jangka pendek dan menengah.
Di Indonesia, justru sektor manufakturlah yang berkesempatan lebih besar untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang berkualitas relatif baik. Sektor ini bisa menyediakan upah tetap yang cukup, sambil menyerap tenaga kerja yang pendidikannya terbatas karena untuk masuk, standar keterampilan yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
Karena nyatanya, pemerintah tidak bisa sepenuhnya berfokus pada peningkatan keterampilan dan transformasi struktural pendidikan, karena manfaatnya baru akan terasa di jangka panjang.
Strategi untuk sekarang pun perlu memikirkan stok pekerja yang memang sudah ada, yang kebanyakan berketerampilan rendah dan sedang. Bank Dunia pun menyarankan tiga strategi.
Pertama, meningkatkan daya saing dan produktivitas secara keseluruhan di semua sektor. Caranya dengan memperbaiki kebijakan untuk mendorong kompetisi pasar, agar perusahaan terus berinovasi, dan melalui peningkatan investasi asing untuk mendorong spillover teknologi. Pengembangan produktivitas dan kompetensi UMKM juga perlu menjadi fokus.
Contohnya dengan menghubungkan UMKM dengan rantai pasok global, mengingat banyaknya lapangan pekerjaan yang diciptakan sektor ini. Agar produk UMKM dapat menjadi komoditas ekspor, pemerintah perlu menjembatani penyampaian berbagai jenis informasi untuk meningkatkan kompetensi.
Kedua, meskipun penerapan reformasi struktural harus merata, Indonesia perlu menempatkan prioritas pada sektor yang memang mampu menciptakan dan menyerap pekerjaan kelas menengah yang lebih produktif.
Ketiga, proses pembangunan SDM yang lebih berkualitas harus terus berjalan, karena angkatan kerja yang terampil juga akan menarik perhatian perusahaan asing yang lebih kompetitif untuk berinvestasi, dan mampu memanfaatkan spillover yang dibawa.
Yah, kembali lagi kalau kita sangat berharap bahwa masalah pekerja danmencari pekerjaan bisa cepat teratasi dan SDM bisa meningkat dari sektor pendidikan dan skill yang ia miliki.
Umumnya pekerjaan berkualitas yang memberikan gaji tinggi memang berada di sektor jasa berproduktivitas dan nilai tinggi. Kabar baiknya, sejak 2010, sektor ini terus bertumbuh lebih cepat daripada sektor lainnya yang bernilai rendah.
Sayangnya, sektor ini tidak bisa diandalkan sepenuhnya untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak terutama di jangka pendek dan menengah.
Di Indonesia, justru sektor manufakturlah yang berkesempatan lebih besar untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang berkualitas relatif baik. Sektor ini bisa menyediakan upah tetap yang cukup, sambil menyerap tenaga kerja yang pendidikannya terbatas karena untuk masuk, standar keterampilan yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
Karena nyatanya, pemerintah tidak bisa sepenuhnya berfokus pada peningkatan keterampilan dan transformasi struktural pendidikan, karena manfaatnya baru akan terasa di jangka panjang.
Strategi untuk sekarang pun perlu memikirkan stok pekerja yang memang sudah ada, yang kebanyakan berketerampilan rendah dan sedang. Bank Dunia pun menyarankan tiga strategi.
Pertama, meningkatkan daya saing dan produktivitas secara keseluruhan di semua sektor. Caranya dengan memperbaiki kebijakan untuk mendorong kompetisi pasar, agar perusahaan terus berinovasi, dan melalui peningkatan investasi asing untuk mendorong spillover teknologi. Pengembangan produktivitas dan kompetensi UMKM juga perlu menjadi fokus.
Contohnya dengan menghubungkan UMKM dengan rantai pasok global, mengingat banyaknya lapangan pekerjaan yang diciptakan sektor ini. Agar produk UMKM dapat menjadi komoditas ekspor, pemerintah perlu menjembatani penyampaian berbagai jenis informasi untuk meningkatkan kompetensi.
Kedua, meskipun penerapan reformasi struktural harus merata, Indonesia perlu menempatkan prioritas pada sektor yang memang mampu menciptakan dan menyerap pekerjaan kelas menengah yang lebih produktif.
Ketiga, proses pembangunan SDM yang lebih berkualitas harus terus berjalan, karena angkatan kerja yang terampil juga akan menarik perhatian perusahaan asing yang lebih kompetitif untuk berinvestasi, dan mampu memanfaatkan spillover yang dibawa.
Yah, kembali lagi kalau kita sangat berharap bahwa masalah pekerja danmencari pekerjaan bisa cepat teratasi dan SDM bisa meningkat dari sektor pendidikan dan skill yang ia miliki.
Post a Comment for "Kualitas Tenaga Kerja Di Indonesia Yang Masih Rendah"