Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Semakin Banyak yang Memelihara Hewan Selama Pandemi

 Siapa yang follow akun hewan peliharaan lucu di sosial media? Sekarang, hewan peliharaan sudah seperti keluarga dan pemilik rela mengeluarkan uang untuk memanjakan mereka.

Alhasil, ketika sektor lainnya terhambat pandemi, industri hewan peliharaan tumbuh pesat. Inilah cara hewan peliharaan bertransformasi menjadi industri global bernilai triliunan.

Memelihara Hewan Selama Pandemi

Saat ini, 67% rumah tangga Indonesia memiliki peliharaan, terutama kucing, meski secara global, anjing masih menjadi peliharaan favorit. Tapi, hewan lainnya juga mulai populer, terutama karena warga Indonesia cenderung mengikuti tren, seperti ikan cupang kemarin.

Peningkatan kepemilikan ini pun mendorong booming-nya pet economy yang memang dikenal tahan resesi. Di Amerika contohnya, pengeluaran untuk peliharaan malah tumbuh selama masa resesi. Bahkan di tengah pandemi, nilainya sampai melampaui angka 100 miliar dolar.

Secara global, angka ini bahkan mencapai 179 miliar dolar, dan diproyeksikan akan terus bertumbuh. Perkembangannya juga terjadi di Asia Tenggara dengan perkiraan mencapai 1,4 miliar dolar di 2020 dan diprediksi tumbuh 7% per tahun.

Sebelum pandemi, banyak yang merasa tidak memiliki waktu untuk merawat hewan peliharaan. Tapi ketika pandemi melanda dan manusia diharuskan berdiam diri di rumah, banyak yang akhirnya mengadopsi peliharaan untuk menemani.

Studi memang menunjukkan bahwa kehadiran hewan peliharaan bisa memberikan efek positif terhadap kesehatan mental dan pemilik bisa 50% lebih sehat dibanding orang yang tidak memiliki peliharaan.

Meski banyak yang khawatir bahwa setelah pandemi selesai banyak peliharaan yang akan diabaikan, banyak juga yang tetap optimis, mengingat nilai emosional yang diberikan.

Selama 3 dekade terakhir, hubungan manusia dan peliharaannya telah berubah secara signifikan, dan semakin lama semakin tidak terpisahkan.

Saat ini, ada demografi yang menua dan memilih untuk memelihara hewan setelah anak-anaknya meninggalkan rumah. Namun, ada juga generasi milenial yang cenderung menunda mempunyai anak dan menggeser konsep “pet owning” menjadi “pet parenting”.

Di Indonesia bahkan muncul istilah “anabul”. Banyak yang sering berpendapat, generasi milenial semata-mata kurang bertanggung jawab saja untuk membesarkan anak, terutama dari segi finansial.

Padahal, pemikiran ini terbentuk lebih karena perubahan sosial. Generasi milenial pun menyadari bahwa memelihara hewan juga mahal, tapi tetap jauh lebih murah dibandingkan membesarkan anak.

Selain itu, mereka juga khawatir akan dampak lingkungannya, sehingga berdasarkan survey, sekitar 44% sekarang tidak ingin memiliki anak.

Alhasil, sepertiga dari generasi milenial sekarang mempunyai peliharaan dan menggeser posisi boomer sebagai pemilik hewan peliharaan terbesar.

Generasi milenial pun cenderung terbiasa memberikan yang terbaik bagi peliharaanya, sehingga dari sisi industri, banyak yang sekarang lebih rela menghabiskan uang untuk produk hewan premium.

Seperti industri makanan hewan di Indonesia, yang sekarang didominasi kelas premium dan produk impor. Namun, tren di dalam negeri memang belum seheboh di negara lain, mengingat hewan peliharaan belum diperbolehkan di banyak tempat umum.

Preferensi premium lainnya seperti pet insurance juga belum lazim, meski secara global popularitasnya sudah melejit dan pasarnya diperkirakan bisa melebihi 6 miliar dolar di 2026.

Boomingnya pet economy ini, juga belakangan menimbulkan efek domino di bidang teknologi, dengan munculnya berbagai startup perawatan hewan yang menjanjikan efisiensi serta kemudahan bagi pemilik.

Contohnya di bidang kedokteran hewan, yang memudahkan konsultansi non-darurat dan memberikan perawatan terjangkau. Nilai industri teknologi hewan pun diproyeksikan akan melampaui 20 miliar dolar di 2027 dengan pertumbuhan tahunan sampai 22%.

Jumlah investasi yang dikucurkan bagi startup-startup ini juga tidak sedikit. Sejak 2017, sudah ada lebih dari 2 miliar dolar dana yang disuntikkan venture capital.

Angka ini diperkirakan jauh lebih besar lagi karena ada sekitar 170 deals yang tidak dipublikasikan pendanaannya.

Pertumbuhan ini juga berpotensi terjadi di Indonesia, terlebih karena akses ke produk dan perawatan peliharaan sampai sekarang masih sangat terbatas.

Startup seperti Peto dan Petskita menawarkan aplikasi smartphone terintegrasi dan menyediakan layanan pesan antar sesuai kebutuhan.

Popularitas industri ini sebenarnya tidak bisa lepas dari perjalanan panjang payung hukum hak perlindungan hewan, yang secara global sudah dideklarasikan 4 dekade lalu.

Di Indonesia, hak kesejahteraan hewan juga diakomodasi dalam undang-undang negara, meski penegakannya masih sangat abu-abu.

Terbaru, laporan Asia for Animals Coalition bahkan menempatkan Indonesia di peringkat pertama penghasil konten penyiksaan hewan.

Baca juga: apa yang akan terjadi setelah pandemi berakhir

Contoh yang populer adalah konten video hewan seperti harimau atau berang-berang di rumah, padahal hewan seperti itu tidak bisa dijadikan peliharaan domestik karena membutuhkan habitat khusus.

Meski kebanyakan individu tahu hal dasar dalam merawat hewan, konsep pertanggungjawaban kepemilikannya belum terciri jelas.

Preferensi dan standar setiap orang juga berbeda. Terlepas dari hal tersebut, industri ini pastinya akan tetap berkembang. Karena siapa yang tahan lihat hewan lucu?

Aksa Asri
Aksa Asri Tempatku melamun akan berbagai hal :")

Post a Comment for "Semakin Banyak yang Memelihara Hewan Selama Pandemi"