Faktor Keberhasilan dan Penghambat Terselenggaranya Otonomi Daerah
Sebagai negara kepulauan, Indonesia telah terbagi menjadi banyak macam daerah dengan kultur dan cita-cita yang berbeda. Itu sebabnya negara ini telah mencetuskan sebuah gagasan penting tentang pemberlakuan otonomi daerah.
Otonomi daerah merupakan sistem pemerintah yang menganut asas desentralisasi dan bertindak sebagai ‘solusi’ dari protes masyarakat Indonesia atas ketidakadilan yang dilakukan sistem pemerintah sentralistik (terpusat). Namun, apakah otonomi daerah telah menjadi solusi yang baik?
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Otonomi Daerah di Indonesia
Indonesia merupakan negara kesatuan yang menyatukan berbagai daerah yang terpisah oleh bentangan geografis. Dahulu, Indonesia diatur oleh sistem pemerintah sentralistik dengan sistem pengelolaan negara yang terpusat.
Namun sayangnya, sistem pemerintah sentralistik tidak mampu melayani seluruh bangsa Indonesia secara adil sehingga muncullah sebuah gagasan baru tentang pemberlakuan otonomi daerah.
Otonomi daerah merupakan wewenang yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk dapat mengelola daerahnya sendiri secara mandiri.
Sistem otonomi daerah ini telah dianggap mampu menjawab masalah-masalah di Indonesia seperti masalah pemerataan sosial, pemerataan ekonomi, pembangunan politik, penyelenggaran tatanan pemerintahan, dan lain – lain.
Dalam pelaksanaannya, otonomi daerah perlu didukung oleh faktor atau kemampuan suatu daerah dalam menjalankan wewenang dari pemerintah pusat.
Faktor-faktor tersebut nantinya dapat mempengaruhi keberhasilan suatu daerah dalam menjalankan suatu mandat yang diberikan dari pemerintah pusat. Menurut pendapat Kaho (2002), faktor – faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah antara lain :
1. Faktor Sumber Daya Manusia
Aspek sumber daya manusia suatu daerah merupakan subjek penggerak yang bertugas dalam proses pelaksanaan otonomi daerah. Sumber daya manusia juga ditetapkan sebagai faktor dinamis dalam menentukan keberhasilan dari pelaksanaan otonomi daerah.
Demi terciptanya kesejahteraan suatu daerah, daerah otonom memerlukan aparatur yang kompeten dan mampu melaksanakan seluruh tugas dan tanggung jawabnya secara profesional.
Selain ditinjau dari faktor aparatur daerah setempat, proses pelaksanaan otonomi daerah juga tidak dapat berjalan dengan mulus tanpa adanya hubungan kerja sama yang baik antara masyarakat dan pemerintahan daerah.
Sejatinya, masyarakat adalah salah satu aset berharga yang dimiliki oleh setiap daerah. Demi mensukseskan proses pembangunan daerah, dibutuhkan masyarakat berkompeten dan mampu bertindak sebagai tenaga kerja berkualitas sekaligus sebagai inovator yang ulung.
2. Faktor Keuangan
Faktor keuangan akan bertindak sebagai tulang punggung suatu daerah demi terselenggaranya upaya pengembangan dan tatanan pemerintahan daerah.
Demi kelancaran proses pembangunan daerah, setiap daerah otonom perlu memiliki kemampuan self-suppoting dalam bidang keuangan untuk membiayai keperluan daerah mereka sendiri.
Dengan kata lain, daerah tersebut perlu memiliki ‘sumber penghasilan’ aktif untuk memenuhi kebutuhan pembangunan daerah.
Pelaku - pelaku daerah otonom setempat dapat mencari dan menggali sumber – sumber keuangan secara bijak dan tidak bersifat destruktif.
Selanjutnya, pemerintah daerah dapat memanfaatkan aspek keuangan tersebut secara tepat sasaran untuk membiayai proses penyelenggaraan otonomi daerah.
3. Faktor Peralatan
Faktor peralatan merupakan sarana atau tool pendukung dalam proses pelaksanaan otonomi daerah. Kelengkapan dan kemampuan suatu alat juga turut memberikan andil besar dalam kelancaran pembangunan daerah.
Daerah dengan kualitas sarana pembangunan yang baik juga akan memiliki hasil pembangunan yang baik pula. Dengan kata lain, semakin mutakhir alat pembangunan yang digunakan, semakin efektif pula hasil kerjanya.
Contoh peralatan yang sering digunakan untuk kepentingan otonomi daerah yakni peralatan kantor, alat komunikasi, alat transportasi, dan masih banyak lagi.
4. Faktor Organisasi dan Manajemen
Faktor organisasi dan manajemen ini merupakan sebuah sistem atau tatanan yang akan menggerakkan pemerintahan daerah dengan baik dan optimal.
Keberhasilan dalam pelaksanaan otonomi daerah memerlukan koordinasi yang baik antar anggota organisasi sesuai dengan tingkatannya dalam pemerintah.
Semakin baik kualitas manajemen dalam suatu organisasi daerah, maka semakin efektif hasil kerja mereka dalam melaksanakan otonomi daerah.
Baca juga: Cara Melindungi NKRI dari ATHG dalam Bentuk Fisik dan Non Fisik
Analisis Faktor yang Menghambat dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang memberlakukan kebijakan otonomi daerah. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, otonomi daerah membawa nilai desentralisasi atau pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah otonom yang bersangkutan.
Pada kenyataannya, sistem otonomi daerah ini dapat ‘mengganggu’ identitas asli negara Indonesia yang sudah terlanjur dikenal sebagai negara kesatuan. David After (1977) pernah menyatakan bahwa negara kesatuan merupakan didirikan dengan kekuasaan otoritas yang terpusat atau tersentralisasi.
Dan pada akhirnya, negara kesatuan yang seharusnya menganut sistem pemerintahan sentralisasi malah berujung pada mendesentralisasikan otoritas maupun kekuasaannya ke daerah-daerah otonom. Hal ini sebagaimana tertuang dalam UU No.22 Tahun 1999.
Meski dianggap bertentangan, sistem desentralisasi nyatanya tetap dianggap sah-sah saja bagi negara kesatuan Indonesia. Namun, pelaksanaan otonomi daerah ini akan menemukan berbagai macam risiko yang dapat menghambat proses pembangunan suatu daerah.
Padahal penyelenggaraan otonomi daerah juga belum tentu berhasil dengan baik lantaran adanya beberapa faktor tertentu yang menghambat kelancaran pelaksanaannya. Adapun, beberapa faktor penting yang dinilai dapat menghambat pelaksanaan otonomi daerah antara lain :
1. Adanya Ketimpangan Sumber Daya Alam
Salah satu faktor keberhasilan dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan keuangan secara mandiri.
Adapun, salah satu contoh ‘penghasilan’ yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber keuangan utama suatu daerah adalah hasil pemanfaatan dari sumber daya alam.
Sebagaimana telah masyarakat ketahui bersama bahwa setiap daerah memiliki kekayaan alam yang berbeda sehingga jumlah pendapatan tiap-tiap daerah pun juga ikut berbeda-beda.
Bahkan beberapa daerah otonom juga masih mengandalkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat untuk memenuhi hajat hidup masyarakat setempat.
Dari aspek ini, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah belum tentu bisa mengatasi masalah ketimpangan ekonomi yang diderita oleh penduduk Indonesia.
2. Adanya Ketimpangan Kualitas Sumber Daya Manusia
Tidak semua daerah di Indonesia memiliki kualitas SDM yang sama. Di satu sisi, ada daerah yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang berkualitas, sedangkan di sisi lain, ada pula daerah di Indonesia yang mengalami keterbelakangan pola pikir dan memiliki kualitas SDM yang terbilang minim.
Selama persebaran kualitas SDM nya belum merata, maka kualitas pembangunan daerah juga akan tetap mengalami ketimpangan dan dapat menghambat kelancaran penyelenggaraan otonomi daerah.
Tak jarang, beberapa daerah otonom juga kerap membutuhkan kontribusi SDM dari pemerintah pusat maupun dari daerah otonom tetangga yang lebih maju dari daerah otonom mereka sendiri.
3. Masih Adanya Kebiasaan Sentralisasi
Semenjak adanya sistem otonomi daerah, Indonesia telah menjadi sebuah negara kesatuan yang menganut nilai desentralisasi. Oleh karena itu, kelancaran penyelenggaraan otonomi daerah akan menjadi urusan mutlak daerah otonom tanpa perlu campur tangan dari pemerintah pusat.
Namun sayangnya, pemerintah pusat masih usil mencampuri urusan rumah tangga suatu daerah sehingga penduduk di daerah tersebut akan cenderung kurang mandiri, kreatif, dan inovatif.
Adapun contoh kebiasaan sentralisasi yang lain adalah, adanya sebuah ‘konflik’ antara pemerintah pusat dan daerah dalam menghadapi suatu masalah atau kewenangan tertentu.
Selama pemerintah pusat masih mencampuri urusan pribadi pemerintah daerah, maka standar keberhasilan otonomi daerah juga akan bermasalah.
Selain itu, kebiasaan sentralisasi ini juga bertentangan dengan makna dari otonomi daerah itu sendiri yakni, wewenang suatu daerah otonom untuk mengelola, mengatur, dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri (pemerintah maupun kepentingan masyarakat) sesuai dengan peraturan maupun undang-undang yang berlaku.
Otonomi daerah akan bisa dikatakan berhasil jika daerah otonom yang bersangkutan memiliki kemampuan diri untuk berkembang secara mandiri.
Sumber:
Hardian, Yudi. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Derajat Otonomi Fiskal Daerah Sumatera Barat Periode 1993-2008. Fakultas Ekonomi, Universitas Andalas.
Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam http://bahanajar.ut.ac.id
Post a Comment for "Faktor Keberhasilan dan Penghambat Terselenggaranya Otonomi Daerah"