Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Upaya Penanggulangan Raja-Raja Kecil Musuh KPK Pada Pelaksanaan Otonomi Daerah

 

Berjalannya otonomi daerah yang sudah lebih dari satu dasawarsa kini memiliki banyak perkembangan ke arah positif. Hanya saja masih ada hambatan yang memperkeruh pembangunan serta kesejahteraan rakyat. Ada berbagai cara menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah.

Masalah yang timbul baru-baru ini adalah korupsi dari kepala daerah setempat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan operasi tangkap tangan bertindak akibat adanya ulah kepala daerah. Beberapa kepala daerah sudah terjerat kasus korupsi lantaran berbagai alasan.

Cara Menanggulangi Hambatan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Baru-baru ini tercatat kurang lebih ada 492 kasus korupsi oleh kepala daerah setelah adanya Pilkada. Kasus terakhir adalah Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono sebagai kasus korupsi pada 3 September 2021 lalu. KPK menetapkan Budhi bersama Kedy Afandi yang berasal dari pihak swasta dengan total kurang lebih Rp 2.1 miliar.

Penangkapan kepala daerah tersebut tentu sangat ironis dan menimbulkan keprihatinan. Kepala daerah yang seharusnya adalah panutan warganya kini menjadi ancaman kesejahteraan mereka. Berbagai alasan menjadikan kepala daerah seperti memperkaya diri sendiri dan beberapa faktor lainnya yang mendorong kepala daerah masih melakukan korupsi.

Baca juga: Faktor Keberhasilan dan Penghambat Terselenggaranya Otonomi Daerah

Faktor Pendorong Korupsi

Faktor utama yang dominan adalah membiayai dan mengembalikan ongkos politik kepala daerah yang bersangkutan. Biasanya biaya yang besar keluar dari calon kepala daerah karena digunakan pada saat proses pemilihan atau Pilkada. Untuk memperebutkan jabatan mereka rela mengeluarkan dana yang cukup besar di internal partai politik.

Dana tersebut juga difungsikan untuk memelihara jabatannya atau mencegah adanya gangguan selama bersangkutan menjabat sebagai kepala daerah. Tak heran jika menjabat sebagai kepala daerah, kandidat mengeluarkan dana hingga miliar rupiah.

Faktor pendorong lainnya yakni besarnya kewenangan seorang kepala daerah dan tidak berjalannya fungsi pengawasan internal pemerintah maupun parlemen daerah. Biasanya gubernur atau bupati memiliki kewenangan yang sangat besar dalam mengelola anggaran daerah. Termasuk proses perekrutan pejabat atau pegawai daerah.

Bahkan kepala daerah juga bertugas untuk memberikan izin sektor ekonomi maupun sumber daya alam. Pengadaan barang dan jasa serta pembuatan peraturan kepala daerah juga tugas dari bupati/gubernur. Semua hal tersebut menjadi peluang bagi oknum kepala daerah untuk memperkaya diri melalui praktik korupsi dan gratifikasi.

Ada dua rekomendasi yang bisa dilakukan untuk mencegah sekaligus meminimalisir kepala daerah melakukan korupsi. Langkah pertama dengan menekan biaya politik yang harus ditanggung calon kepala daerah. Upaya tersebut dengan membantu sebagian pendanaan politik dari para kandidat kepala daerah terutama keperluan kampanye selama Pilkada.

Upaya lain bisa dengan mendorong partai politik untuk memperketat seleksi calon kepala daerah dan tidak mensyaratkan adanya mahar politik bagi kandidat kepala daerah untuk dukungan dari partai. Hal ini sangat efektif karena memberikan regulasi tegas sebagai ancaman bagi partai politik yang melakukan praktik mahar politik.

Kemudian pencegahan bisa dilakukan dengan menutup celah atau potensi korupsi yang bisa dilakukan kepala daerah. dalam hal ini memperkuat fungsi pengawasan internal dan membangun zona antikorupsi di lingkungan pemerintah daerah. Kepala daerah harus membuka diri atas pengawasan dari eksternal dan melibatkan KPK dalam upaya pencegahan korupsi di daerah.

Aksa Asri
Aksa Asri Tempatku melamun akan berbagai hal :")

Post a Comment for "Upaya Penanggulangan Raja-Raja Kecil Musuh KPK Pada Pelaksanaan Otonomi Daerah"