Pada materi ini kita akan mengkaji tentang konflik sosial yang diakibatkan oleh hubungan antar kelompok, baik itu dari kelompok etnik, agama, ataupun golongan.
Coba anda analisis mengenai dimensi hubungan antar kelompok yang paling dominan dari kasus Konflik Komunal terhadap Perbatasan Indonesia-Timor Leste dan Upaya Penyelesaiannya.
Note: Ini hanya pendapat teman-teman yang mungkin bisa anda jadikan referensi.
Oleh: Dewi Septiyani Widiyaningsih
Hubungan antar kelompok memiliki sejumlah dimensi, yakni dimensi sejarah, sikap, perilaku, gerakan sosial, dan institusi. Berdasarkan artikel diatas terdapat dua kelompok yang berhubungan yakni masyarakat dan Pemerintah Indonesia dengan masyarakat dan Pemerintah Timor Leste.
Dimensi yang paling mencolok dari hubungan kedua kelompok ini adalah dimensi sikap. Dimensi sikap diartikan sebagai bagaimana sikap anggota kelompok kepada kelompok lainnya, umumnya hal ini terkait dengan stereotipe (citra suatu kelompok tanpa memperhatikan fakta dari citra tersebut) dan prasangka (sikap negatif yang ditujukan kepada kelompok tertentu karena mempunyai ciri yang tidak menyenangkan).
Dari artikel diatas terlihat bahwa masih ada prasangka di kedua belah pihak, prasangka ini muncul karena adanya hubungan kurang baik di masa lalu. Bagi masyarakat Indonesia, Timor Leste dianggap tidak berterima kasih terlebih dengan masih banyak anggota pro integrasi yang mengungsi ke wilayah indonesia pasca referendum.
Sedangkan bagi warga Timor Leste utamanya kelompok yang pro kemerdekaan, memandang Indonesia sebagai negara yang menjajah mereka selama hampir kurang lebih 25 tahun. Sentimen negatif ini kemudian semakin menguat dengan terjadinya kemiskinan dan menyebabkan perebutan sumberdaya seperti lahan kebun dan sapi oleh kedua belah pihak.
Sentimen dan prasangka negatif dapat mendorong masyarakat untuk enggan dan bahkan menolak berhubungan dengan kelompok masyarakat lain, dan jika berinteraksi malah menimbulkan konflik karena terpengaruh oleh sentimen dan prasangka negatif tersebut.
Adanya sentimen dan prasangka negatif ini membuat hubungan antar masyarakat dan diplomasi belum bisa berjalan dengan baik. Upaya perdamaian dan pencegahan terjadinya konflik yang sama akan bisa terlaksana jika kedua belah pihak mampu saling terbuka, percaya dan jujur serta menghilangkan sentimen dan prasangka negatif di masa lalu dalam berinteraksi.
Oleh: Agus Yoga Perdana
Hubungan antar kelompok diartikan sebagai hubungan antara dua kelompok atau lebih yang mempunyai ciri khusus. Dalam kasus diatas terdapat :
Dimensi Sejarah
Hubungan Timor leste dan Timor Timur sudah lama terjalin, apalagi Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia sejak tahun 1975 hingga 1999. Namun pasca pemisahan Timor Timur sebagai hasil referendum, sentimen negatif terkait aspek sosial budaya menguat.
Di satu sisi, warga Timor Leste, terutama yang pada referendum menjadi bagian kelompok pro kemerdekaan, melihat Indonesia sebagai negara yang telah menjajah mereka selama hampir 25 tahun.
Di sisi lain, warga Indonesia melihat warga Timor Leste sebagai orang-orang yang tidak berterima kasih, apalagi banyak anggota kelompok pro integrasi yang memilih mengungsi ke wilayah Indonesia pasca referendum. Sentimen negatif ini semakin menguat ketika masyarakat kedua negara sama-sama dalam kondisi miskin dan mereka saling berebut sumber daya seperti lahan , kebun dan sapi.
Dimensi Sikap
Pandangan warga Timor Leste, terutama yang pada referendum menjadi bagian kelompok pro kemerdekaan, melihat Indonesia sebagai negara yang telah menjajah mereka hampir selama 25 tahun. Namun, warga Indonesia melihat kalau warga dari Timor Leste tidak tahu terimakasih, apalagi banyak anggota kelompok pro integrasi yang memilih mengungsi ke wilayah Indonesia pasca referendum.
Dimensi Gerakan Sosial
Pembangunan jalan di dekat perbatasan Indonesia-Timor Leste pada Oktober 2013 oleh Pemerintah Republik Demokratik Timor Leste, memicu terjadinya konflik antara warga Nelu, Indonesia dengan Warga Leolbatan, Timor Leste pada Senin, 14 Oktober 2013. Oleh karena jalan tersebut telah melintasi wilayah NKRI sepanjang 500 m dan juga menggunakan zona bebas sejauh 50 m. Menyebabkan mereka saling lempar batu dan kayu, dan menjadi semakin parah karena polisi perbatasan Timor Leste (Cipol) turut serta dalam aksi tersebut.
Dimensi Institusi
Konflik ini terselesaikan dengan langkah jangka pendek dan jangka panjang, baik melalui penempatan kekuatan TNI maupun melalui negosiasi bilateral yang dikawal oleh Kementerian Luar Negeri kedua negara.
Oleh: Devi Annisa Saraswati
Berdasarkan buku materi pokok yang sudah saya pelajari, hubungan antar kelompok adalah interaksi sosial antara dua kelompok atau lebih. Hubungan ini berasal dari serangkaian hubungan-hubungan sosial yang ada. Hubungan antar kelompok mengandung beberapa dimensi, yaitu : sejarah, sikap, perilaku, gerakan sosial, dan institusi.
Menurut saya yang paling mencolok dari konflik di atas yaitu dimensi sikap pada hubungan antar kelompok, yakni Indonesia dan Timor Leste. Dimensi sikap adalah hubungan sosial antar kelompok, yang melihat bagaimana sikap antar kelompok tersebut.
Pandangan ini dibuat secara sosial, jadi hanya sebatas anggota kelompok yang memandang kelompok lainnya dan pandangan ini cenderung negatif. Dapat kita lihat pada konflik di atas, Pandangan warga Timor Leste, terutama yang pada referendum menjadi bagian kelompok pro kemerdekaan, melihat Indonesia sebagai negara yang telah menjajah mereka hampir selama 25 tahun.
Selain itu, warga Indonesia melihat warga Timor Leste sebagai orang-orang yang tidak berterima kasih, banyak anggota kelompok pro integrasi yang memilih mengungsi ke wilayah Indonesia pasca referendum.
Selain itu, menurut pendapat saya, setiap peristiwa selalu memiliki sejarah dan juga latar belakang, oleh karena itu konflik di atas lekat hubungannya dengan hubungan antar kelompok dimensi sejarah. Hubungan antar kelompok yang dilihat dari dimensi sejarah diarahkan pada masalah tumbuh dan berkembangnya hubungan antar kelompok.
Hal ini terkait dengan timbulnya stratifikasi etnik, stratifikasi jenis kelamin, dan stratifikasi usia. Pada konflik di atas dapat kita telaah bahwa, Timor-leste dulunya adalah wilayah jajahan dari portugis, namun pada tahun sekitar 1975an Indonesia menginvasi timor leste dan akhirnya menjadi wilayah negara Indonesia.
Berbagai macam gugatan dunia internasional mengenai keabsahan invasi ABRI (TNI) terhadap timor leste dipertanyakan, pelanggaran HAM berat dan ringan menjadi suatu polemik di masyarakat internasional menjelang akhir tahun 1990-an atau tepatnya tahun-tahun menjelang 2000.
Yang pada saat itu Indonesia juga mengalami krisis politik dan ekonomi yang luar biasa pada tahun 1998 yang terkenal dengan sebutan reformasi.Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia sejak tahun 1975-1999. Namun pasca pemisahan Timor Timur sebagai hasil referendum sentimen negatif tersebut menguat.
Di satu sisi warga Timor Leste melihat warga Indonesia sebagai negara yang telah menjajah selama 25 tahun. Sedangkan, di sisi lain warga Indonesia melihat warga Timor Leste sebagai orang yang tidak berterima kasih karena banyak anggota kelompok pro integrasi yang memilih mengungsi ke wilayah pasca referendum. Sentimen negatif ini semakin menguat ketika masyarakat kedua negara sama-sama dalam kondisi miskin dan mereka terlibat perebutan sumber daya seperti lahan kebun dan sapi.
Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengurai konflik di atas?
Menuntaskan delimitasi perbatasan antara kedua negara, yaitu Timor Leste dan Indonesia. Selain itu harus ada edukasi dan perundingan mengenai interpretasi zona netral yang terdapat di perbatasan. Penting untuk melibatkan pemuka adat antar masing-masing warga negara ini juga harus dilakukan dengan difasilitasi oleh pemerintah kedua negara.
Pemuka adat maupun tokoh adat masih merupakan orang-orang yang punya pengaruh dalam masyarakat. Dengan dilakukannya pertemuan pemuka adat tersebut diharapkan ada suatu kesepakatan antara kedua kelompok untuk menyelesaikan konflik. Yang terakhir adalah menanamkan edukasi nilai moral kepada seluruh rakyat Indonesia juga Timor Leste, guna menghilangkan sikap sentimen antar warga Indonesia dan Timor leste.
Oleh: Rega Rachmad Fauzie Ardiansyah
Dimensi sejarah
Seperti dijelaskan oleh penulis dalam artikel, sejarah konflik diawali dengan perpecahan antara Indonesia dengan Timor Leste. Ada sebagian masyarakat yang menganggap Indonesia adalah penjajah selama 25 tahun dan menginginkan kemerdekaan. Sementara sebagian masyarakat lain tetap ingin bergabung dengan Indonesia.
Konflik ini terus mengakar menjadi konflik perbatasan antara beberapa kelompok tertentu yang membutuhkan sumber daya untuk hidup, tapi tidak memiliki banyak pilihan. Salah satu pilihan yang tersisa adalah dengan menggunakan tanah netral di perbatasan, sehingga membuat konflik fisik terjadi.
Dimensi sikap
Stereotipe untuk oknum Timor Leste terhadap orang Indonesia adalah para penjajah yang akhirnya berhasil dikalahkan, tapi masih ingin mendapatkan tanah sengketa di perbatasan. Sementara bagi oknum orang Indonesia, Timor Leste adalah masyarakat yang tidak tahu berterima kasih dan ingin mencuri sumber daya.
Stereotipe tersebut juga bisa menimbulkan prasangka atau dugaan berupa pencurian tanah sengketa yang akan menguatkan konflik.
Dimensi gerakan sosial
Gerakan sosial yang terjadi adalah pembebasan Timor Leste terhadap pemerintahan Indonesia. Hal ini diikuti dengan perebutan tanah 4% yang belum disepakati. Kedua pemerintah negara sudah menggunakan cara militer dan diplomasi bilateral untuk menyelesaikan konflik.
Dimensi perilaku
Perilaku yang terjadi antara Indonesia dengan Timor Leste adalah pembuatan gedung dari pihak Timor Leste yang melebihi tapal batas, sehingga pembangunan tersebut harus dihentikan. Perilaku antara dua kelompok ini sangat berbeda dengan perbatasan antara Indonesia dengan negara lain, seperti Indonesia dengan Malaysia, Indonesia dengan Papua, Indonesia dengan Singapore, dan sebagainya.
Dimensi institusi
Pemerintah kedua negara sudah mengupayakan untuk meningkatkan keamanan agar kondisi antara kedua kelompok yang berkonflik di perbatasan bisa diredam. Walaupun dari sisi militer ada kegagalan usaha karena militer Indonesia dan polisi perbatasan Timor Leste justru menguatkan konflik dengan senjata api.
Di samping itu, tokoh-tokoh masyarakat adat di kedua sisi juga harus ditemukan dan hasilnya dirundingkan dengan pemerintah dua negara. Sebab, hasil antara diplomasi pemerintah dengan diplomasi masyarakat adat bisa bertolak belakang. Sehingga perlu ada keselarasan dari seluruh pihak: pemerintah dan masyarakat.
Post a Comment for "Diskusi 6 Pengantar Sosiologi UT Tentang Kelompok Sosial"