Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Latar Belakang Penyerangan Muslim Di India Oleh Kelompok Radikal Hindu

 India kini sedang mengalami masalah. Yah.. masalah yang kelam yang menindas umat muslim. Kaum radikal Hindu semakin menyusupi seluruh sendi-sendi pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat. Kaum minoritas khususnya Muslim kerap menjadi target dari kebijakan diskriminatif bahkan kekerasan.

Artikel kali ini akan membahas secara singkat apa latar belakang dari bangkitnya serta masuknya kaum radikal hindu di India. Dengan menggunakan beberapa sumber, kami menemukan bahwa permasalahan ini merupakan buah dari akumulasi kebencian yang bertambah dari berbagai konflik antar beragama sejak dahulu kala.

Konflik antara hindu dan muslim di India

Pada tahun 2002, segerombolan kaum Muslim India membakar kereta yang dipenuhi oleh peziarah Hindu di Godhra. Insiden ini memakan korban jiwa yang terbakar hidup-hidup, dan memantik kerusuhan antar umat Hindu dan Muslim di Gujarat, India.

Alih-alih menghentikan kekerasan berlanjut, kepolisian setempat mendapatkan “perintah” dari seorang politisi lokal untuk tidak menghalangi kaum Hindu dari membalaskan dendam ke kaum Muslim. Bahkan, membantu mereka.

Alhasil, kerusuhan ini berubah menjadi pembantaian. Kurang lebih ratusan hingga ribuan Muslim dibunuh. Pertokoan dijarah dan pemerkosaan merebak. Kisah ini berasal dari pengakuan seorang polisi bernama Sanjiv Bhatt.

Dia mengaku mendapat instruksi tersebut dari Narendra Modi yang kini menjabat sebagai Perdana Menteri India. Kini, Sanjiv Bhatt dipenjara karena berbagai pelanggaran pidana.

Meski keabsahan dan kebenaran dari pengakuan polisi ini memang resmi ditolak, ada satu hal yang pasti mengenai India: Bahwa negara ini, semakin disusupi oleh radikalisme Hindu.

Dari retorika SARA, kebijakan diskriminatif, hingga pembiaran kekerasan. Kenapa hal ini dapat terjadi? Ada banyak faktor yang menyebabkan radikalisme Hindu merebak di India.

Pertama-tama, kita akan memulai dari Perdana Menterinya. Pada tahun 2014, Narendra Modi terpilih sebagai Perdana Menteri India dari partai Bharatiya Janata Party atau (BJP), yang juga menjadi partai terbesar di India.

Momen ini dikatakan sebagai titik kebangkitan ekstrimisme Hindu di India. Mengapa? Karena BJP merupakan partai berhaluan agamis serta nasionalis.

Maka tak heran mereka dapat mengusung Modi, yang sangat populer bagi kaum Hindu konservatif terutama sejak kerusuhan Gujarat. Bersama Modi, partai BJP mulai mengkooptasi berbagai institusi publik untuk kepentingan mereka.

Institusi utama yang ditargetkan berasal dari legislasi, baik di nasional maupun daerah. BJP berupaya untuk tidak mengusung calon-calon non-Hindu, demi memastikan pembuatan undang-undang didominasi oleh kaum mayoritas.

Beberapa hukum yang disahkan parlemen mulai menunjukan ketimpangannya. Contohnya, kini di hampir seluruh India, praktik qurban dan memakan sapi, menjadi ilegal.

Sapi memang dianggap sebagai suci dalam agama Hindu, tapi bagi Muslim, bahkan kasta rendah India, sapi adalah sumber penghasilan dan makanan yang terjangkau.

Bukan hanya itu, demi menegakkan hukum-hukum tersebut, kepolisian India juga menjalin kerjasama dengan Ormas garis keras.

Modusnya bisa bermacam-macam. Terkadang, polisi sengaja membiarkan Ormas tersebut bermain hakim sendiri, meski bila tindakan mereka kerap merenggut nyawa.

Kadang mereka juga meminta bantuan Ormas-ormas tersebut dalam menangkap pelaku pemakan sapi, yang sebagian besarnya beragama Islam. Dan hari demi hari, jumlah Ormas ini terus meningkat.

Namun Ormas terbesar dan faktor paling berpengaruh kedua adalah Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS).

Sebelum terjun ke politik, Narendra Modi adalah anggota dari RSS. Organisasi inilah yang membentuk pandangan politiknya dan yang mendorong dia untuk masuk ke BJP.

Dan dengan posisi anggotanya sebagai Perdana Menteri, RSS mulai berkoordinasi untuk menaruh anggota-anggota “pilihan” di posisi-posisi strategis.

Dibentuk pada tahun 1925, RSS bertujuan membentuk negara Hindu. Uniknya, organisasi ini bukanlah partai politik. Mereka lebih memilih membina mental dan fisik masyarakat dari bawah melalui persuasi dan indoktrinasi.

Anggotanya juga diberikan latihan fisik layaknya organisasi paramiliter. Dan tentu, organisasi ini melegitimasi kekerasan apabila diperlukan.

Jangan salah, kekerasan ini tidak hanya dihalalkan untuk “non-Hindu”, seperti kaum Muslim atau Pakistan. Kaum Hindu yang toleran dan melindungi minoritas pun, bisa menjadi target.

Strategi RSS untuk membentuk masyarakat Hindu dari bawah mulai membuahkan hasil. Perlahan-lahan, RSS mulai membentuk jaringan ormas-ormas lain, koperasi, dan serikat-serikat di masyarakat India.

Dengan membludaknya jumlah anggota, RSS tidak lagi perlu meminta perlindungan pemerintahan. Malahan, para politisi lah yang harus meminta dukungan dari RSS, apabila ingin sukses.

Selain di pemerintahan, RSS juga giat menyusupkan universitas dan institusi akademis dengan ideologinya yang sangat khas.

Dan ini menjadi faktor ketiga. Yakni, idelogi Hindutva. Hindutva atau "ke-Hinduan” merupakan ideologi yang dipopulerkan oleh seorang bernama Vinayak Damodar Savarkar pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Menurutnya, bangsa Hindu dapat ditaklukkan, dijajah dan dihina karena besarnya keberagaman mereka dan kurangnya persatuan di antara mereka.

Apabila bangsa Hindu ingin kembali mengambil kejayaannya, diperlukan ideologi pemersatu yang kuat serta musuh yang jelas.

Dan Sarvakar terinsipirasi dari sejarah panjang India, dengan interaksinya dengan peradaban-peradaban Islam.

Sejak dulu, India kerap ditaklukan oleh berbagai penguasa Muslim. Sejarawan M.A Khan mencatat bahwa invasi-invasi tersebut kerap diikuti dengan penjarahan, penghancuran kuil-kuil Hindu, pemaksaan pemindahan agama, hingga perbudakan.

Dan lebih parahnya lagi, hal ini masih berlanjut hingga Inggris hadir dan menaklukan seluruh India. Sejarah panjang ini turut berkontribusi pada konflik laten antara Hindu dan Muslim India, dan tentu diperparah dengan strategi pecah belah Inggris.

Meski kecewa akan lemahnya umat Hindu di hadapan Islam dan Inggris, Savarkar kagum akan solidaritas dari penakluk-penakluk kaum Muslim.

Menurutnya bangsa Hindu harus mencontoh mereka dalam merebut kembali seluruh India. Agama Hindu memiliki banyak keragaman dan aliran yang berbeda-beda.

Hindu di Indonesia, dengan Hindu di India, bisa saja jauh berbeda. Bahkan, sesama Hindu di dalam India sekalipun sangat beragam. Dan hal ini dianggap Savarkar sebagai kelemahan terbesar dari umat Hindu, khususnya di India.

Untuk itu, penganut Hindu harus bersatu. Hanya dengan itu saja India bisa dikuasai. Sampai di sini, kita melihat bagaimana tiga hal tersebut mengakibatkan meningkatnya radikalisme Hindu di India.

Namun, ada satu hal lagi yang sangat memperparah situasi. Yaitu, politisasi konflik.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa setiap kerusuhan antar umat beragama, serangan teror, maupun perselisihan sepele selalu dijadikan bahan politik, khususnya bagi kaum elit.

Setiap ada kerusuhan yang memakan korban Hindu contohnya, akan digunakan sebagai justifikasi untuk membalas dendam ke kaum lain dan menaikkan pamor politisi tertentu.

Dan setiap kali hal tersebut terjadi, ideologi radikalisme dari Savarkar dengan mudah dipakai sebagai bahan politik yang memungkinkan figur seperti Modi dan partai BJP untuk mengambil kekuasaan.

Semoga masalah yang dihadapi oleh kaum muslim terutama yang kini sedang terjadi di India, bisa mendapat haknya. Aamiin ya allah.


Sumber: 
  • Hipotesa
  • Majoritarian State: How Hindu Nationalism is CHanging India (Angana P. Chatterji, Thomas Blom Hansen and Cristophe Jaffrelot).
  • The Brotherhood in Saffron The Rashtriya Swayamsevak Sangh and Hindu Revivalism (Walter K. Andersen & Shirdhar D. Damle).
  • Hindutva, Exploring the Idea of Hindu Nationalism (Jyotirmaya Sharma).
  • Islmic Jihad A Legacy of Forced Conversion, Imperialism, and Slavery (M.A. Khan).
  • The Production of Hindu-Muslim Violence in Contemporary India (Paul R. Brass).

Aksa Asri
Aksa Asri Tempatku melamun akan berbagai hal :")

Post a Comment for "Latar Belakang Penyerangan Muslim Di India Oleh Kelompok Radikal Hindu"