Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pacaran Syar'i dalam islam?

 Sayang? Jangan lupa sholat ya! Jangan lupa ngaji ya! Eh, tidur cepat sana gih, tahajudnya lho nanti malam. Ntar malam ada acara nggak? ketemuan di masjid yuk! 

Pacaran yang manggilnya "ayang, beb, mas, neng, sayang, honey" itu sudah biasa, terkesan maksiat. Bagaimana dengan mereka yang pacaran islami "abi, umi, ukhti, akhi, habibi, humaira" itu baru nggak biasa, terkesan syar'i. 

Apakah embel-embel islami selalu dibenarkan dalam segala aktivitas?. Sebenarnya definisi dari pacaran islami itu apa sih? Apakah pacaran yang dimulai dengan bismillah dan diakhiri dengan alhamdulillah, haha. Atau jangan-jangan pacaran yang senantiasa mengingatkan dijalan Allah. 

Pacaran islami dalam islam

Banyak yang menganggap kalau pacaran itu untuk mengenal kepribadian, sehingga bisa menuju ke jenjang yang lebih serius (pernikahan). Survei RPJMN tahun 2017 mengungkapkan kalau pacaran pertama kali, rata-rata di usia remaja (16 tahun). Mereka yang pacaran, kebanyakan pernah melakukan hubungan seks dibanding remaja lain. 

Ada sebuah fenomena dimana label islam selalu dianggap baik. Sehingga, terkadang jika hal tersebut mau ditutupi, maka buat itu islami. Padahal aktivitas yang mau ditutupi ini sudah sangat jelas bertentangan dengan islam. 

Lantas ketika mengingatkannya terhadap kewajiban kepada Allah membuat aktivitas pacaran menjadi halal? Apakah dengan panggilan akhi dan ukhti membuatnya islami? Sebenarnya nggak ada masalah dengan pacaran, tapi cara dan kondisinya bagaimana.

Ada 2 orang yang pacaran di pinggir pantai, lalu menyewa sebuah hotel bintang lima dan mereka bermesraan di dalam hotel tersebut, tapi mereka sudah menikah. Yah, tidak ada yang salah dengan itu. Namun, kalau kondisinya saya balik. 

Ada 2 sejoli yang belum menikah sedang menikmati sunset dipinggir pantai, lalu mereka kelelahan dan mencari penginapan. Akhirnya, mereka menyewa wisma untuk beberapa hari. Sudah jelas, kegiatan apapun yang ia lakukan haram, karena tidak ada ikatan yang sah. 

Nah, kondisi dan cara membuat semuanya berubah. Kata islami memang sangat baik, tapi ketika cara atau pengaplikasiannya kurang tepat, maka hal ini bisa menjadikannya sesuatu yang salah. Walau niatnya sudah baik, kegiatannya baik, tapi caranya salah. Sama saja salah. 

Misalnya, seorang anak gadis yang berusia 17 tahun yang belajar membaca Al-Qur'an dengan seorang pria yang berusia 5 tahun di atasnya, tapi mereka hanya berdua dalam kos. Yah, reaksimu kalau melihat mereka bagaimana? Apa yang salah dengannya, toh hanya belajar ngaji. 

Oke, niatnya mau belajar ngaji dan niat pria ini ingin mengajarkannya tanpa pamrih, karena Allah (niat baik dan ikhlas). Bagaimana kegiatannya? Pastinya baik, karena ingin belajar apalagi belajar agama. Namun, bagaimana dengan caranya? Inilah yang salah.

Salahnya mereka hanya berdua, dimana kondisi tersebut sangat rawan terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan. Niatnya mungkin baik, tapi niat itu bisa berubah kapan saja, apalagi kalau ada kesempatan. Jangan lupa kalau kita manusia bukan malaikat yang kapan saja bisa melakukan kesalahan. 

Tipu muslihat setan itu luar biasa. Mungkin kamu nggak langsung melakukan hal yang haram, tapi secara perlahan ia akan mendekatkanmu kepadanya dan menjauhkanmu dari Allah SWT. Maka dari itu, jangan coba-coba berenang dilubang buaya kalau nggak mau dimangsa. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: 

قَا لَ فَبِمَاۤ اَغْوَيْتَنِيْ لَاَ قْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَا طَكَ الْمُسْتَقِيْمَ 

"(Iblis) menjawab, "Karena Engkau telah menghukum aku tersesat, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus," (QS. Al-A'raf 7: Ayat 16). 

Jadi, pada dasarnya kata itu tidak bisa diharamkan, namun yang membuatnya haram adalah perbuatan yang ia lakukan di dalamnya. Label pacaran tidak salah dan tidak ada yang salah jika tidak pacaran atau pacaran setelah nikah. Yang haram kadang dibuat indah oleh setan. Sebaliknya, yang halal kadang terlihat kurang menarik. 

Baca juga: Kenapa Valentine Identik dengan Coklat dan Bunga

Perlu kita pahami kalau kehidupan laki-laki dan wanita itu terpisah. Jadi, ketika tidak ada hajat ataupun keperluan yang syar'i, maka tidak boleh seorang lelaki berinteraksi dengan seorang wanita. Biarpun itu pergi makan bareng, jalan-jalan, pergi bioskop apalagi naik gunung. 

Beda halnya kalau ada keperluan syar'i, karena hal tersebut sudah diatur dan terukur dalam islam. Seperti, dalam bidang pendidikan. Kita boleh berkumpul, selama kita menuntut ilmu. 

Dalam kesehatan. Kita bisa berobat dengan dokter siapapun, terlepas ia pria atau wanita. Atau dalam peradilan, boleh saja ketika itu dibutuhkan. 

Asalkan standar yang kita pakai adalah syariat, maka itu boleh. Namun, kebanyakan kaum muslim menganggap remeh hal ini. 

Sehingga, dengan mudahnya berkhalwat dengan siapapun dan dengan cara apapun. Misalkan, dengan cara chatting, nelpon, nongkrong, dan sebagainya. 

Ketika pertemuan atau interaksi itu intens atau saling curhat-curhatan, maka kita perlu hati-hati. Kita perlu ingat kalau kita dan dia sejatinya terpisah. 

Kenapa? Karena ini tindakan preventif yang dilakukan islam. Islam tahu kalau pria dan wanita punya kecenderungan untuk bersama. 

Pacaran Rasa Menikah

Menurutmu apakah pacaran dan menikah itu sama? Mungkin dominan bilang "ya jelas beda". Katanya pacaran itu persiapan menikah. Berarti pacaran itu beda dengan nikah. Setidaknya, itu kesimpulan sementara. 

Namun, faktanya aktivitas pacaran nggak beda jauh dengan mereka yang sudah menikah. Ibarat pesan kamar hotel dengan harga yang berbeda, tapi fasilitasnya sama aja. 

Sama-sama bisa pegangan, bisa gombal-gombalan, bisa ngatur-ngatur, bisa sayang-sayangan, bahkan bisa melakukan hal yang lebih dari itu. 

Laki-laki bakal mikir, lalu buat apa menikah kalau fasilitas yang didapat sama saja, bahkan bisa lebih bebas? 

Lebih baik pacaran, kalau sudah bosan... ya tinggalin, cari yang baru. Apalagi nggak ada tanggungjawab yang mesti dipegang kalau sekedar pacaran. 

Pacaran membuat cowok nggak setia. Jadi, jangan heran kalau pria minim komitmen. Mungkin mereka ada niat untuk menikah, tapi komitmen itu akan semakin memudar. 

Apalagi kalau laki-laki yang hanya mementingkan hawa nafsu, ketika keinginannya sudah tercapai. Maka, ia dengan mudahnya meninggalkanmu. 

Awal akan terasa indah, seperti ketika kita kehausan. Rasanya begitu nikmat di tegukan pertama hingga ke-5. Dan rasanya sudah mual ditegukkan berikutnya. 

Kita ini manusia, susah puas dengan apa yang ada. Maunya cari lagi dan lagi. Itu kalau hubungan yang landasannya lemah dan tidak dibangun atas dasar keimanan. 

Kalau cowok yang punya komitmen, akan melihat kedepan dan memperhatikan masa depan, bukan hanya nikmatnya. Masa depan setelah mati aja ia persiapkan, apalagi kalau cuma masa depanmu, eaaa. 

Buat cewek, kamu itu terhormat. Maka, jangan biarkan kehormatanmu diperjualbelikan di luar sana. Kamu harus seperti berlian yang sulit didapatkan, mahal harganya, tapi sangat diinginkan. 

Modus Pacaran Syariah

Kalau saat ini kamu masih jomblo, bersyukurlah. Itu tandanya kamu sedang berada dalam periode keemasan. Periode dimana kamu bisa fokus jadi versi terbaik dari dirimu. 

Nggak perlu khawatir soal drama percintaan, nggak perlu pusing soal budget pacaran, apalagi harus galau mikirin orang ketiga. 

Lelaki sejati itu lebih suka kepastian daripada hanya memberi harapan palsu. Mereka akan mencari jalan keluar disetiap tantangan. 

Tak suka memulai sesuatu yang ia anggap tak dapat ia selesaikan, apalagi untuk hal yang lebih serius. Ia tak akan melamar kalau tak ada kejelasan, bukan modus pacaran syariah. 

Buat apa datang melamar kalau ujung-ujungnya tidak ada kelanjutan. Itu tidak ada bedanya dengan pacaran yang berkedok khitbah. Kalau ditanya perkara nikah, maka jawabannya muter-muter.

 Inilah modus pacaran syariah. Lelaki seperti itu harus diwaspadai, karena sukanya menikmati tanpa ada tanggung jawab. 

Bagaimana ceritanya kalau anak kuliahan semester 2, taaruf 6 tahun? Seolah olah nge carter mobil bertahun tahun. Kalau kamu belum sanggup dengan dia, ya sabar saja. 

Jangan karena ego kita menghalangi wanita tersebut dipinang oleh pria lain. Kalaupun itu terjadi, pasti ada hikmahnya. Sisa bagaimana kita memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik. 

Yakin saja kalau Allah akan mengganti yang lebih baik. Toh wanita itu lebih banyak dari kaum pria. 

Wanita yang mau dengan orang seperti itu, apa bedanya sama pria modus? Sudah tau kalau kamu hanya dijadikan mainan, alat modus, bahkan banyak yang disakiti. 

Atau memang suka digombalin dan dipermainkan dengan pria? Kalau keseriusan itu jelas, sudah ada persiapannya. Bukan hanya sekedar ocehan belaka. 

Simplenya, kalau lelaki tersebut matang secara finansial, sudah siap menikah. Bahkan, kalau bisa hari itu juga. Mungkin inilah definisi lelaki sejati. Hati-hati ya, jangan ketipu dengan pacaran yang berkedok syariah. 

Jangan mudah percaya dengan kemasan. Kemasan tidak menentukan seberapa berkualitasnya isi. Ia berusaha terlihat baik padahal hanya luaran saja. 

Cara melihat baik buruknya bagaimana? Ukuran baik dan buruk itu, bukan kata kita. Tapi, kata Allah. Terkadang kita mau, tapi kalau Allah melarang. 

Jika sudah Allah larang, tapi merasa kalau itu tidak masalah atau kita bisa kontrol. Sepertinya itu hanyalah pembelaan untuk membenarkan yang dilarang. Mengikuti nafsu dan ego bukanlah hal yang baik. Allah lebih tau kita, daripada diri kita sendiri.

Dosa memang sifatnya ghaib, tapi sesuatu yang tak terlihat bukan berarti tidak ada. Kita sangat beruntung karena islam mengatur perkara dosa dan pahala yang nantinya akan ada pertimbangan di akhirat kelak, sehingga tak ada alasan untuk meremehkan dosa. Dosa tak akan hilang walau ada label syar'inya kalau kegiatan yang dilakukan memang tidak sejalan dengan islam.

Teman-teman, kita memang adalah pendosa. Namun, bukan karena itu kita jauh darinya. Malahan kita semakin dekat untuk mencari ridhonya. Keren tidak diukur dengan kita punya pacar banyak, apalagi berani maksiat. Malahan yang kaya gitu, cupu. Kalau sudah terbiasa, jangan sampai jadi budak nafsu.

Maka dari itu, kita sebagai muslim harus senantiasa melaksanakan prinsip protokol 3 M, yakni menumbuhkan kecintaan kepada Allah, menjaga diri dari pergaulan bebas dan senantiasa mempelajari islam lebih dalam. Dekati penciptanya, bukan ciptaannya!

Dosa memang sifatnya ghaib, tapi sesuatu yang tak terlihat bukan berarti tidak ada. Kita sangat beruntung karena islam mengatur perkara dosa dan pahala yang nantinya akan ada pertimbangan di akhirat kelak, sehingga tak ada alasan untuk meremehkan dosa. Dosa tak akan hilang walau ada label syar'inya kalau kegiatan yang dilakukan memang tidak sejalan dengan islam.

Teman-teman, kita memang adalah pendosa. Namun, bukan karena itu kita jauh darinya. Malahan kita semakin dekat untuk mencari ridhonya. Keren tidak diukur dengan kita punya pacar banyak, apalagi berani maksiat. Malahan yang kaya gitu, cupu. Kalau sudah terbiasa, jangan sampai jadi budak nafsu.

Maka dari itu, kita sebagai muslim harus senantiasa melaksanakan prinsip protokol 3 M, yakni menumbuhkan kecintaan kepada Allah, menjaga diri dari pergaulan bebas dan senantiasa mempelajari islam lebih dalam. Dekati penciptanya, bukan ciptaannya!

Aksa Asri
Aksa Asri Tempatku melamun akan berbagai hal :")

Post a Comment for "Pacaran Syar'i dalam islam?"