Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Singkat Mengapa China Menjadi Negara Komunis

Pada tahun 1914, Inggris, Perancis dan Rusia membentuk aliansi Sekutu untuk melawan Kekaisaran Jerman, Ottoman dan Austria-Hongaria. Perang ini berakhir pada tahun 1919, dengan kemenangannya blok Sekutu dan ditandatanganinya Perjanjian Versailles.

Untuk sementara, terdapat optimisme bahwa kekalahan Jerman dan sekutunya akan mengakhiri segala perang. "The war to end all wars" "Perang untuk mengakhiri segala perang".

Tidak perlu menunggu lama sebelum harapan tersebut kandas. Penderitaan rakyat Jerman, karena persyaratan yang dipaksakan oleh pihak Sekutu justru menjadi batu pijakan Hitler dan partai Nazi
untuk mengambil kekuasaan dan memicu peperangan kembali.

Akan tetapi, Nazi Jerman dan Perang Dunia II bukanlah satu-satunya konsekuensi dari Perang Dunia I. Tanpa banyak diketahui, dampak dari Perang Dunia I juga mendorong terbentuknya sebuah bangsa jauh di Asia.

Bangsa yang kemudian harinya menjadi sumber inspirasi bagi beberapa negara hingga ketakutan bagi negara adidaya kini. Bangsa tersebut adalah Cina. Perang Dunia Pertamalah yang mendorong terbentuknya Republik Rakyat Cina sebagai negara yang kita ketahui sekarang ini.

Dengan demikian, Perang Dunia I juga berkontribusi terhadap terjadinya Perang Dingin di Asia. Akan tetapi, bagaimanakah Cina dapat terlibat pada perang yang terjadi di Eropa tersebut?

Kita akan membahas peran dari Republik Cina di Perang Dunia I. Dan bagaimana konflik tersebut membentuk identitas Cina dan hubungannya dengan dunia Barat.

Sebelum itu, kita perlu memahami konteks pada masa itu. Selama ribuan tahun, Cina dikuasai oleh sistem politik dinasti yang dilegitimasi oleh mandat dari surga.

Cina memiliki sumber daya alam yang melimpah, produk yang dicari bangsa-bangsa lain, serta kondisi sosial yang relatif stabil. 

Tanpa disadari, situasi yang nyaman ini membuat Kekaisaran Qing, menjadi lengah terhadap ancaman dari luar... Perang Opium I dan II. Perang melawan Jepang. Kekaisaran Qing mengalami kekalahan demi kekalahan.

Setelah dikalahkan, Cina juga didorong untuk menandatangani perjanjian yang dipaksa negara-negara tersebut yang menghasilkan berbagai konsesi asing.

Konsesi tersebut adalah sepetak wilayah yang dikuasai oleh bangsa asing, dan diatur oleh tatanan hukum yang berbeda dari Kekaisaran Qing.

Baca juga: Mengapa Palestina Dijajah Oleh Bangsa Yahudi

Pada dasarnya, konsesi tersebut adalah koloni. Berbeda dari bangsa lain yang hanya dikuasai oleh satu bangsa lain, Kekaisaran Qing dikuasai oleh berbagai macam bangsa-bangsa Eropa.

Di bawah perjanjian-perjanjian tersebut, Hong Kong dan Wiehaiwei menjadi milik Kekaisaran Inggris, Guangzhouwan milik Perancis, Taiwan milik Jepang, Teluk Jiaozhou milik Jerman dan masih banyak lagi. Praktek ini tersebar di seluruh Kekaisaran Qing. 

Sebagai contoh, satu kota seperti Tianjin pernah dikuasai oleh 10 negara lainnya. Tak mengherankan bila sejarahwan Cina menamakan periode ini sebagai Abad Penghinaan.

Kekaisaran Qing dipaksa untuk membuka pasar mereka bagi investor asing sehingga membunuh produksi-produksi lokal. Mereka juga harus membayar reparasi dan sebagai akibatnya, kemiskinan dan kerusuhan tersebar di mana-mana.

Mereka mendapat julukan "The Sick Man of Asia" ("Pesakitan Asia") karena ketertinggalan mereka dibandingkan bangsa-bangsa Asia lain seperti Jepang.

Kenapa China berideologi komunis

Memasuki tahun 1911, sebuah revolusi yang digerakkan Sun Yat-Sen berhasil mengakhiri kekuasaan Kekaisaran Qing di Cina, dan mendirikan Republik Cina dengan Sun Yat-Sen sebagai Presiden pertamanya.

Di tahun 1912, Sun Yat-Sen memberikan jabatan tersebut kepada Yuan Shikai. Sebagai republik, permasalahan masih jauh dari selesai.

Konsesi-konsesi asing masih tersebar di seluruh Cina. Dan di berbagai perkampungan, kelompok kriminal memanfaatkan kejatuhan Kekaisaran Qing untuk mengontrol wilayahnya sendiri dengan leluasa.

Stabilitas sosial dan demokrasi masih jauh dari implementasi dan pergantian sistem pemerintahan masih kerap terjadi di masa yang akan datang. 

Tapi, hal itu tidak menghentikan Cina untuk menunjukkan pada bangsa-bangsa lain bahwa dirinya memiliki martabat dan setara dengan mereka.

Selama perang berkecamuk, populasi pria di Eropa direkrut sebagai tentara untuk berperang di garis depan. Namun, tanpa infrastruktur, jalan raya dan parit yang memadai, pasukan sebesar apapun tidak akan mencapai kemenangan.

Dengan populasi yang sangat besar, kekurangan akan pekerja kasar di Eropa dilihat sebagai kesempatan bagi Cina, untuk menunjukkan prestise nasional.

Secara rahasia, penasihat dari Yuan Shikai, Liang Shiyi, menawarkan pihak Sekutu bantuan berupa pekerja Cina untuk membantu kampanye perang. 

Sebagai gantinya, Republik Cina meminta pengembalian konsesi Jerman, Shandong. Inggris dan Perancis menyetujui tawaran tersebut.

Pekerja-pekerja tersebut akan direkrut oleh berbagai perusahaan swasta di Hubei, Shanxi, Anhui, Fujian, Sichuan, Guangdong, Yunnan, dan dikumpulkan di Hong Kong, Shanghai, Tianjin dan Weihaiwei untuk diberangkatkan ke Eropa.

Perjalanan dari Cina ke Eropa memakan waktu yang lama dan resiko yang sangat tinggi. Perancis memilih Samudera Hindia sebagai rute utama untuk membawa pekerja-pekerja tersebut.

Dari situ, antara mereka melanjutkan perjalanan lewat Kanal Suez yang berujung pada Mediterania, atau melewati Afrika Selatan dan Gibraltar, sebelum tiba di Marseille.

Namun, pada tanggal 17 Februari 1917, kapal Perancis Athos yang tengah mengangkut 900 pekerja dari Tiongkok, dihancurkan oleh kapal selam Jerman dan menewaskan semua penumpang.

Untuk menghindari hal serupa, Inggris memilih rute Samudra Pasifik untuk mengangkut pekerja tersebut. Dari situ, mereka akan merapat ke kota Vancouver, Kanada dan melanjutkan perjalanan darat menggunakan kereta ke Halifax, sebelum naik ke kapal lagi untuk menuju ke Perancis.

Sebelum sampai di tujuan mereka, sekitar 3000 orang meninggal selama perjalanan. Total, sekitar 140,000 pekerja Cina berhasil tiba di Perancis untuk memulai pekerjaan mereka.

Mereka diberitahu bahwa mereka tidak akan bekerja di medan perang. Tapi, selain bekerja di pabrik, pelabuhan dan jalanan, mereka juga dipekerjakan hingga garis depan pertempuran.

Dan lebih dari itu, mereka tetap disuruh untuk melakukan pekerjaan berbahaya seperti mengambil mayat dari garis depan, memperbaiki lapangan udara di tengah serangan pesawat Jerman, menggali parit di tengah pertempuran, bahkan mengubur korban dari flu Spanyol.

Akibatnya, lebih dari 2000 pekerja yang kehilangan nyawanya karena terjangkit flu Spanyol. Dan lebih dari 10,000 pekerja harus meregang nyawa. 

Kontribusi Cina membuahkan hasil ketika sekutu berhasil mengalahkan Kekuatan Tengah, dan Cina diberikan hak untuk berpartisipasi dalam Konferesi Perdamaian di Paris, tahun 1919.

Republik Cina diwakilkan oleh Lou Tseng-Tsiang dan Wellington Koo. Mereka meninggalkan Beijing dan menuju ke Paris dengan harapan dapat menuntut pengembalian wilayah yang awalnya dikuasai oleh bangsa asing.

Khususnya Shandong, yang merupakan tempat kelahiran Konfusius. Dan tuntutan yang sangat didambakan itu diabaikan.

Koloni Jerman di Cina, justru diberikan kepada Jepang. Bahkan hampir tidak ada konsesi yang dikembalikan kepada Cina.

Lebih parahnya lagi, kontribusi dari pekerja-pekerja tersebut diabaikan, bahkan tidak diakui. Mereka yang selamat dan kembali ke kampung halamannya, menemukan bahwa upah yang mereka dapatkan tidak cukup karena inflasi yang merajalela di Cina pada kala itu.

Pada akhirnya, Cina tertinggal dengan rasa dikhianati, dihina dan diremehkan oleh negara Barat. Kekecewaan ini membangkitkan rasa nasionalisme yang berujung pada berbagai demonstrasi yang disebut sebagai Gerakan 4 Mei.

Bagi Cina, memercayai dunia Barat tanpa memiliki kekuatan militer dan politik yang memadai sangatlah berbahaya. Sebagai akibat, bentuk sistem demokrasi dianggap sebagai hal yang rendah.

Eropa dan sekutunya adalah pengkhianat yang tidak dapat dipercayai, licik dan selalu berniat buruk. Hanya satu negara Eropa yang mendapat kesan positif bagi Cina. Uni Soviet.

Di Uni Soviet, Revolusi Bolshevik berhasil menggulingkan Tsar Romanov dan menggantikannya dengan Partai Komunis di bawah Vladimir Lenin.

Di tahun 1920, diplomat Soviet, Lev Karakhan, menawarkan untuk mengembalikan konsesi yang sebelumnya dimiliki oleh Rusia ke pemerintahan Cina, tanpa mengharapkan kompensasi apapun.

Tawaran ini diterima baik oleh pihak Cina dan diresmikan dengan Manifesto Karakhan, di tahun 1924. Pemberian secara cuma-cuma ini, disambut dengan sangat baik oleh masyarakat Cina.

Terutama kala mahasiswa dan intelektual, dan akibatnya filsafat marxisme dan ideologi komunisme yang dianut oleh Uni Soviet menjadi sangat terkenal di Cina.

Lalu, ide mengenai kelas proletar menjadi alternatif bagi demokrasi dan liberalisme yang kala itu dianggap identik dengan dunia Barat.

Muda-mudi Cina mendalami dialektika materialisme, marxisme dan komunisme. Mereka berharap dengan pengetahuan yang mereka dapatkan, mereka dapat mentransformasikan Cina menjadi bangsa yang lebih kuat.

Tanpa disadari para pemimpin Barat kala itu, pengkhianatan yang mereka berikan di Perjanjian Versailles dan harapan yang diberikan Uni Soviet dalam Manifesto Karakhan telah menjadi pelajaran penting bagi rakyat Cina.

Termasuk seorang pemuda bernama Mao Tse-tung. Dalam beberapa tahun setelah Republik Rakyat Cina (RRC) didirikan, komunisme Uni Soviet terlibat dalam persaingan supremasi ideologi, melawan liberalisme Amerika dan Eropa Barat.

Kali ini, RRC kembali menawarkan kontribusinya sebagai sekutu Uni Soviet dan sebagai negara komunis terbesar di Asia. Setidaknya, untuk beberapa waktu.

Sumber/CC: 
Aksa Asri
Aksa Asri Tempatku melamun akan berbagai hal :")

Post a Comment for "Sejarah Singkat Mengapa China Menjadi Negara Komunis"