Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kumpulan Puisi Tentang Politik Kekuasaan Negeriku

 Oleh: Noura Fadhila ~ Politisi Muda

Ada Yang Hilang

Ada yang hilang tapi bukan cinta;
Ada yang hilang namun bukan rasa;
Atmosfir mencekam pada yang tak sejalan;
Nyawa pun melayang.

Jangan lagi kau cari;
Karena tak kan berjumpa;
Keadilan hilang jejak;
Teroksidasi dalam ruang kekuasaan.

Adil tertinggal tak lebih dari sekedar kata;
Tak lagi berdefinisi;
Kau beri makna sesukamu;
Aku ikut saja mau mu karena kuasa milikmu...

Air mata ku tumpah malam tadi;
Saksikan pribadi kau paksa bersalah;
Koruptor bukan, ter*rispun bukan;
Hanya lelaki tua dengan follower real dalam
jumlah tak terbilang...

Aku satu dari sekian lainnya;
Mengkritisnya tanpa henti;
Namun saksikan ketidakadilan berlaku
atasnya;
Nalarku tak bisa ku paksa bungkam...

Tau kah kau bagian paling menyakitkan dari
semua ini;
Saat kalian paksakan logika kalian pada kami;
Mohon hentikan melecehkan kemampuan
bangsa ini mengunakan nalarnya;
Buatlah analisis hingga hipotesis sesuai versimu dan sesukamu.

Karena hari ini kuasa masih milik mu;
Namun jangan lupakan 6 nyawa anak
manusia;
Menunggu keadilan;
Jika kini keadilan tengah hilang jejak;
Nanti kan ada waktunya bertemu...

Jika tak di dunia;
Mahkamah Tuhan pasti kan hadirkan;
Hati ku patah pada negara;
Karena biarkan keadilan hilang jejak;
Aku bahkan tak lagi berani berani menuliskan
isi pikiranku dengan diksi telanjang dalam
tulisan panjang bersama analisis tajam agar
tak hilang jejak.

Namun hipotesis akhir ku kelompok muslim
hanya menang dalam jumlah-hanya berguna
saat pemilu....
Namun tak miliki posisi tawar apapun
sesudahnya....
Tak ada pilihan kalian paksa kami buat
pilihan....

Baca juga: puisi pendek tentang persahabatan dan harapan

Ramadanku Datang Lebih Awal

Tahun belum juga berganti;
Namun, ramadaan kali datang lebih awal;
Puasa sekian hari tanpa henti;
Ramadan kali ini sepertinya lama akan tinggal...

Jadilah rakyat sebentar saja;
Agar tau rasanya ramadan datang lebih awal;
Lapar dan dahaga hanya tuntas bersama senja;
Lapar itu nyata kawan!!! bukan gombal...

Beras sekantong yang tak perna cukup dimakan sebulan;
Mie 3, 4 bungkus bersama sarden 2 kaleng;
Bekal rakyat hidup sebulan;
Sejahterah hanya bualan!! janji hidung belang;

Hanya setia pada kawan sejawat;
Pada sesama pemilik kuasa;
Rakyat sekarat;
Kalian masih bicara kuasa;
Ajal di depan mata...

Covid mewabah!! Gizi kami tak ada;
Negara kamu dimana! Kami rakyat menderita;
Kami anak kandungmu!
Ramadan datang lebih awal;
Mungkin kan tinggal menahun...

Sikuat kan hidup kekal;
Si lemah kan segerah punah tak sampai hitungan tahun;
Ini kisah pilu bangsaku;
Bukan penggalan dongeng;

Tak lagi bisa ku ajak berdamai... nalar dan mataku;
Hanya Air mata dalam puisi cara ku bertutur
Damai dan jayalah bangsa dan negara ku;
Sejahteralah seluruh rakyatnya;
Semoga kasih sayang dan perlindungan Allah selalu ada untuk kita semua...

Sajak Perlawanan

Saat cintaku pada negara;
Kau balas water cannon dan gas air mata;
Kemana lagi harapan rakyat akan bermuara;
Kerena janjimu isinya hanyalah dusta...

Kuasa merampas kewarasanmu;
Kuasa melumat habis sisa kemanusian mu;
Kau tak lagi kenal dirimu;
Cinta hilang jejak dalam nalar mu...

Negara dan bangsa tak perna menuntut lebih;
Namun jiwanmu tak kenal kata puas;
Kau minta kami rakyat bersabar hingga letih;
Janjimu sejahtera!!! namun pemuda kau hadapi dengan beringas...

Mereka anak-anak bangs;
Seburuk itukah cinta kami hingga water cannon dan gas air mata balasannya??
Coba tunjukan cinta milikmu pada bangsa dan negara;
Yang berbalas gaji ratusan juta, rumah dinas
hingga kekuasaan...

Jika cinta kami sepenuh hati pada bangsa dan negara;
Alasan kalian perlakukan kami layaknya kriminal;
Lantas masih pantaskah kalian menyebut diri
kalian pemimpin-pemimpin negara...

Karena cinta mu berpamrih;
Cinta tak lagi kau kenal;
Kau dengar suara rakyat;
Kau lihat derita rakyat;
Namun kau paksakan omnibis law dan cipta kerja sah sebagai undang-undang...

Kalian ingin kami semua bungkam!
Alasan nalar kewarasan kami berang;
Mengapa pasal merugikan rakyat kau akomodir;
Sementara suara rakyat kau abaikan;
Dewan Perwakilan Rakyatkah atau Dewan
P*ngh*anat.

Buatlah keputusan!!!
Ekpresi cinta pada bangsa dan negara...
Hanya itu yang mampu kusaksikan;
Dalam Gelombang perlawanan pada Omnibus Law dan Cipta kerja;
Entah dalam pandanganmu, entah dalam
pandanganku.

Hening

Hening adalah seni;
Seni berteriak dalam diam;
Hening terlihat sepi;
Namun gaduh dalam pemikiran...

Jangan kau pikir saat hening;
Segala kan baik-baik saja;
Khawatirlah saat hening kian merayap;
Bergrilya dalam diam;
Hening bermuara pada akhir.

Hening hadir ketika salah tak lagi terbilang;
Suara-suara tak lagi di dengarkan;
Kau hanya asyik masyuk bersama kekuasaan.

Hening pertanda alam;
Jika kau mau renungkan;
Cara Tuhan memintamu kembali ke kesadaran;
Namun pilihan  selalu ada pada mu...

Penamu tuliskan cerita lanjutan;
Lainnya menyesuaikan pada alurmu;
Yang kau tulis kan jadi sejarah;
Dongeng indahkah atau kegaduhan baru...

Hening bertutur jujur;
Berkisah tentang amarah;
Diam jadi pilihan;
Sebelum suara-suara lantang hadir kembali;

Penamu tak perna lebih kuat;
Tuhan telah tuliskan di Lauhil Mahfuz;
Siapa kan jadi apa...

Jangan kau paksa hening terus tinggal;
Hening tak berarti diam;
Hening membungkus kobaran amarah;
Hening kan jadi dendam politik baru...

Tersublimasi sementara dalam pikiran publik;
Khawatirlah pada yang tak terkatakan;
Benihnya tumbuh subur dalam pikiran... 

Post a Comment for "Kumpulan Puisi Tentang Politik Kekuasaan Negeriku"