Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cinta, Harapan dan Kekecewaan

Ingatkah kamu dulu dengan segelintir harapan dan komitmen yang sama-sama kita bangun? Kita saling mengungkap rasa untuk saling menjaga. Waktu itu rasanya kita akan terus bersama. Sekarang kita sadar bahwa ini hanyalah komitmen yang semu, bahkan palsu.

 Karena, komitmen yang nyata ketika aku dan kamu bersama dalam ikatan sah. Saat ijab Kabul terucap disaksikan oleh kedua belah pihak. Ketika dengan sepenuh hati seorang ayah melepaskan putri kecilnya kepada lelaki asing yang akan menggantikan perannya. Itulah komitmen sejati.

Kita sebenarnya takut dengan virus yang satu ini, takut untuk disakiti, takut dikhianati, dan nggak bisa move on dengannya. Apalah daya, keimanan masih saja kalah dengan hasutan setan yang terus berhembus. Setan itu lemah, tapi kuat karena konsisten. Terus saja merayu di berbagai kesempatan, secara perlahan.

Awalnya ragu, kemudian takut, eh akhirnya biasa saja. Kalau sudah nyaman, serasa dialah jodoh yang Allah titipkan kepadanya. Nanti kalau putus barulah menangis sejadi jadinya, bahkan sampai bilang Allah nggak adil. Hey, anda sehat?

Allah kan sudah beri peringatan, mendekati zina saja sudah dilarang. Kitanya aja yang suka-sukanya pilah pilih aturan. Masih mending kalau cuman hatinya yang sakit. Bagaimana kalau kehormatannya yang direnggut? Itu akan membekas selamanya. Menyesal pastinya dan penyesalannya tiada guna.

Cinta yang modalnya cuman harapan dan janji-janji manis, tanpa ikatan sah. Hanya sebuah fatamorgana. Calon presiden saja berjanji untuk membuat ini dan itu. Berjanji bukan hanya ke satu orang tapi ratusan juta. Kenyataanya? Apalagi cuman kamu seorang. Hanya akan jadi janji palsu atau PHP.

Insan suci yang menjalin ikatan dengan Allah saja, seringkali ada penghianatan. Padahal komitmennya jelas, apalagi kalau komitmennya setengah-setengah. Jelas setengah, kebutuhannya saja masih minta ke orang tua (beban keluarga).

Kita sering mengaku hamba Allah, tapi justru selalu melanggar aturannya? Allah sudah menetapkan jalan pernikahan, malah kita menempuh jalan pacaran? Bukankah kita penghianat. Kalau kita takut mengkhianati manusia, harusnya kita bisa lebih takut dengan penciptanya.

Berharap ke yang pasti supaya hasilnya juga pasti. Seseorang nggak akan semangat atau nggak mau melanjutkan hidup kalau nggak punya harapan. Harapan itu sangat kuat, bisa mengubah mimpi jadi nyata. Seorang ibu nggak akan mau punya beban kandungan kalau tidak ada yang dinanti.

 Ayah nggak akan cape-cape banting tulang menghidupi keluarga, kalau nggak ada harapan. Berharap bekerja meraup upah demi upah buat keluarganya.  Harapan itu istimewah, menggerakkan kita untuk menggapai cita. Harapan akan tumbuh jadi kenyataan walau banyak yang hadang.

Contohnya, seorang kuli bangunan yang rela terbakar panasnya matahari. Siap lelah dengan beban yang dipikul, belum lagi kalau pulang ke rumah badan sakit-sakitan. Mereka tetap kuat untuk menjalani hari-harinya, kenapa? Ada harapan yang dikejar.

Baca juga: Menjauh untuk menjaga

Allah dan rasulnya selalu mengingatkan kita agar tidak putus harapan, walau secara logika percuma. Aku dulu berharap agar terus menjaga dan ada disampingmu. Aku satu-satunya untukmu, begitupun kamu dan segelintir harapan lainnya. Harapanlah yang membuat kita memulai.

Itulah kenapa jangan pernah bermain dengan harapan, sekalipun itu hanya kata-kata. Pikirlah baik-baik, sebab harapan bisa berujung kekecewaan. Kukira harapan kita dulu sekuat baja, ternyata hanya ranting yang sudah lapuk. Maaf ya, dulu aku bilang A ternyata jadinya B.

Sekarang kita cuman ada 2 pilihan, bertaubat dan meminta maaf kepada orang dan kepada Allah yang aturannya sudah kita langgar. Umar bin Khathab kan juga pernah melanggar kata-katanya, dulu Umar bilang mau membunuh Rasulullah. Endingnya, janji itu ia batalkan setelah memeluk islam.

Selama harapannya masih bisa dikontrol oleh syariat, maka jalankan. Harapan yang melenceng, segera akhiri. Memberi harapan pada doi, sama saja memberi nafas baru untuknya. Dulu aku tahu, maka aku sangat hati-hati dalam memberi harapan. Takut kalau harapan dan kekecewaan tidak jauh darinya, kamu pasti akan kecewa.

Walau dulu aku sudah hati-hati, tapi banyak keputusan yang jauh dari Allah. Keputusan yang aku rasa hati-hati, tapi ternyata masih salah. Untuk itu, maaf ya atas kekecewaan yang aku beri. Aku yakin ini sebuah teguran dan pembelajaran yang baik agar tidak terjadi dimasa mendatang. Kalau diingat-ingat, ahh… lucu juga ya.

Guys, jatuh cinta dan berharap pada seseorang jangan berlebihan. Virus ini luar biasa ya, membuat kita luluh dan tergila gila karenanya. Lihat sandal doi saja, hati berbunga-bunga. Nggak makan sehari nggak papa asal lihat dia saja sudah cukup. Virus ini memainkan perasaan, itulah kenapa kita harus selalu menjaga hati dan pandangan.

Dia yang kamu lihat sempurna saat ini, akan terasa biasa saja atau bahkan kelihatan semua kekurangannya saat kamu sudah menikah. Itulah kenyataan cinta, kita akan sibuk dengan banyak tanggungjawab. Mengurus anak, mencari nafkah, menurunkan ego masing-masing, menjaga perasaan, mendidik anak, dan banyak lagi.

Cinta tak seindah drama korea kawan. Itulah kenapa jangan mencintai dia berlebihan, apalagi kita tidak ada ikatan dengannya. Berdoa dan sabar adalah solusi yang menenangkan hati. Daripada menghabiskan waktu memikirkannya, mending ikutan kegiatan positif. Ikut organisasi, pelatihan, melatih soft/hard skill, mengkaji islam dan sebagainya. Dengan catatan, kegiatan tersebut tidak membuat kita jauh dari Allah.

Jangan salahkan hidup, biarkan berjalan sebagaimana mestinya. Cukup pastikan tidak ada lagi kekecewaan, karena tidak melibatkannya. Perbaiki niat agar doa melesat pada tujuannya. Teruslah berharap, karena harapan akan terus ada. Aku yakin, inilah yang terbaik untukmu dan untukku.


Post a Comment for " Cinta, Harapan dan Kekecewaan"