Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Analisis Strategi Organisasi Terbaik dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

Apa yang harus dilakukan organisasi untuk menghadapi Pandemi Covid-19?

Pendahuluan

Tahun 2020 menjadi tahun yang paling berat bagi semua orang di dunia, termasuk di Indonesia. Pasalnya di tahun tersebut, terjadi bencana yang sangat luar biasa yaitu menyebarnya wabah virus corona atau dikenal juga dengan Covid-19.

Virus tersebut dengan sangat pesat berkembang dan menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Bukan hanya itu, virus tersebut juga terkenal mematikan karena jutaan korban jiwa telah berjatuhan sejak awal kemunculannya di tanah air.

Tidak pandang bulu, virus tersebut memakan korban dari hampir semua kalangan. Terutama yang paling rentan yaitu anak-anak dan lansia. Jadi tidak heran, sejak tahun 2020, Covid-19 menjadi momok yang sangat menakutkan.

Dua tahun berlalu, kondisi tersebut bisa dibilang sudah mulai berangsur-angsur membaik. Kini, tidak ada lagi korban berjatuhan serta kasus Covid-19 yang dulu ramai diperbincangkan juga sudah mulai bisa ditekan.

Untuk mencapai titik ini, berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait . Misalnya mulai dari sosialisasi terkait pentingnya menerapkan protokol kesehatan serta pemberian vaksinasi gratis untuk masyarakat umum.

Namun meski korban tidak lagi terdengar, kondisi saat ini belum sepenuhnya pulih seperti tahun-tahun sebelum Covid-19 menyerang. Karena bukan hanya kesehatan saja yang terganggu, tapi juga ekonomi serta kondisi sosial masyarakat.

Selain masyarakat secara individu, beberapa kelompok juga merasakan perubahan setelah wabah yang kemudian disebut sebagai pandemi tersebut berlangsung. Beberapa kelompok tersebut misalnya saja kelompok organisasi.

Tidak heran, organisasi akan merasakan dampak yang cukup besar karena memang organisasi merupakan sistem terbuka. Karena itu, mereka memang berbenturan langsung dengan lingkungan sehingga dapat merasakan dinamika perubahan yang terjadi di lingkungan tersebut.

Karena itu, setiap organisasi harus memikirkan bagaimana caranya agar mereka dapat tetap berdiri meski menghadapi pandemi. Individu-individu yang terdapat dalam sebuah organisasi harus dapat menghadapi manajemen perubahan dengan efektif.

Selain itu, yang sangat perlu untuk diubah dari sebuah organisasi saat menghadapi pandemi yaitu budayanya. Tujuannya yaitu agar organisasi tersebut tetap dapat berfungsi dengan normal meski Covid-19 belum juga menghilang.

Pembahasan

Seperti yang kita ketahui sebelumnya, organisasi merupakan sebuah kelompok yang sangat erat kaitannya dengan lingkungan masyarakat. Jadi jika terjadi perubahan pada lingkungan tersebut, maka organisasi akan mampu merasakannya juga.

Bahkan bukan tidak mungkin, sebuah organisasi menerima dampak cukup besar dari perusahaan tersebut. Dampak tersebut pastinya akan memengaruhi sistem serta kestabilan aktivitas organisasi tersebut.

Untuk itu, organisasi harus dapat melakukan penyesuaian agar dapat tetap beraktivitas dengan normal. Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh organisasi yaitu mengubah budaya organisasi dan menyesuaikannya dengan kondisi terkini.

Tentu saja, budaya memiliki peran yang sangat penting karena dapat membentuk perilaku individu-individu dalam sebuah organisasi. Pasalnya, munculnya nilai-nilai budaya dalam sebuah organisasi dapat memperkuat rasa kekeluargaan dan simpati antar sesama anggota.

1. Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli

Terkait dengan budaya organisasi, Schein sempat menyampaikan pendapatnya yang menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan asumsi, norma-norma, serta nilai-nilai yang berkembang dalam sebuah organisasi (Handayani, 2012).

Kemudian, nilai serta norma tersebut akan menjadi sebuah pedoman utama dari tingkah laku setiap individu yang terlibat dalam organisasi, khususnya yang berkaitan dengan adaptasi baik itu internal maupun eksternal.

Menurut Gibson, budaya dapat mempengaruhi seluruh kegiatan setiap individu yang berada di dalam sebuah organisasi. Kegiatan tersebut mencakup kinerja, pandangan terhadap pekerjaan, hubungan dengan kolega hingga pandangan ke depan terkait masa depan organisasi (Handayani, 2012).

Pada dasarnya, memang setiap individu yang tergabung ke dalam sebuah organisasi akan berusaha membentuk budayanya sendiri. Harapannya, budaya tersebut dapat memenuhi seluruh kepentingan pihak-pihak dalam organisasi.

Tujuannya yaitu agar seluruh aktivitas dalam organisasi tidak berbenturan dengan sikap dari masing-masing individu. Sikap-sikap tersebut misalnya yaitu keyakinan, nilai, anggapan, harapan, dan lainnya yang pastinya berbeda-beda setiap individu.

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa budaya organisasi menurut Littlejohn adalah sebuah proses yang dilakukan untuk membentuk kehidupan organisasi secara lebih komunikatif (Wulandari, 2016). Artinya, budaya organisasi dibentuk melalui interaksi tiap individu dalam organisasi.

Jadi setiap individu dalam sebuah organisasi berinteraksi, maka kemudian akan terbentuk satu budaya. Di dalamnya, terdapat berbagai aturan serta norma-norma yang akan mempengaruhi setiap individu dalam budaya tersebut.

Pengertian lain mengenai budaya organisasi disampaikan oleh Drucker. Ia mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan inti penyelesaian dari masalah-masalah internal maupun eksternal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh individu dalam organisasi (Handayani, 2012).

Penyelesaian masalah-masalah tersebut kemudian menjadi budaya yang diwariskan kepada individu baru setelah mereka. Adapun demikian, warisan tersebut akan dianggap sebagai cara untuk memikirkan, memahami, serta merasakan yang tepat untuk setiap masalah (Handayani, 2012).

Selain itu, ada juga pengertian lain terkait budaya organisasi yang kali ini disampaikan oleh Amnuai. Amnuai mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi dasar yang diyakini oleh setiap individu dalam sebuah organisasi (Handayani, 2012).

Sama seperti yang dikatakan oleh Drucker, Amnuai juga menyatakan bahwa keyakinan tersebut kemudian akan berkembang dan menjadi warisan untuk individu baru agar mampu menyelesaikan masalah-masalah internal maupun eksternal (Handayani, 2012).

Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa budaya organisasi akan selalu ada di lingkup organisasi dan akan terus diciptakan secara konstan selama masih terdapat interaksi di antara individu-individu dalam organisasi tersebut.

2. Pembentukan Budaya Organisasi

Tidak muncul begitu saja, budaya organisasi tentu ada jika memang diciptakan oleh seseorang. Tentu saja, budaya dalam sebuah organisasi diciptakan oleh pihak-pihak yang memiliki kaitan sangat erat dengan organisasi tersebut.

Pihak yang pastinya dapat membangun dan membentuk budaya sebuah organisasi tersebut tidak lain yaitu pendiri dari organisasi terkait. Tidak secara langsung, pendiri tersebut akan mempengaruhi pimpinan untuk membentuk sebuah budaya organisasi.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Schein. Ia mengatakan bahwa pemimpin akan membentuk budaya organisasi atas pengaruh dari para pendiri organisasi tersebut. Jadi, tindakan pendiri tersebut menjadi inti dari budaya awal setiap organisasi (Handayani, 2012).

Meski begitu, pimpinan tentu saja memiliki kesempatan dan wewenang untuk mengubah budaya organisasi, terlebih untuk mengatasi krisis yang tengah terjadi dalam organisasi. Pasalnya, pimpinan tetap saja merupakan pihak utama yang memiliki tanggung jawab dalam keberhasilan organisasi.

Jadi, tidak ada salahnya seorang pimpinan mengubah gaya budaya organisasi dari pendiri dengan berlandaskan perspektif, artefak, nilai, serta asumsi lebih baru yang dirinya bawa ke dalam organisasi tersebut (Handayani, 2012).

Tidak perlu mengubahnya sekaligus dengan cepat, pimpinan organisasi dapat sedikit demi sedikit mengubah budaya selama masa kepemimpinannya. Karena tentu saja, mengembangkan budaya baru dalam organisasi perlu untuk disesuaikan dengan gaya serta iklim kepemimpinan.

Robbins dan Timothy juga sependapat. Mereka mengatakan bahwa memang budaya organisasi lahir dari filsafat para pendirinya. Setelah itu, budaya tersebut akan mempengaruhi kriteria untuk merekrut atau melakukan seleksi anggota-anggota organisasi di kemudian hari (Handayani, 2012).

Seleksi tersebut dilakukan dengan tujuan agar anggota baru yang tergabung ke dalam organisasi merupakan individu-individu dengan kemampuan, pengetahuan, serta keterampilan yang berguna untuk memajukan organisasi.

3. Mengubah Budaya Organisasi dalam Menghadapi Pandemi

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, budaya organisasi diciptakan pertama kali oleh buah pemikiran dari pendiri sebuah organisasi. Namun tentu saja, budaya tersebut tidak paten sehingga dapat berubah sewaktu-waktu.

Orang yang memiliki wewenang untuk mengubah budaya dalam organisasi yaitu pemimpin dari organisasi tersebut. Pasalnya, pemimpin akan lebih mengetahui bagaimana cara untuk memajukan organisasi.

Budaya tersebut juga pastinya harus mengikuti perkembangan zaman termasuk saat terjadi masalah di dalam maupun luar organisasi. Pemimpin harus dapat membuat budaya baru agar organisasi dapat terhindar atau keluar dari masalah-masalah tersebut.

Salah satu masalah yang menjadi perlu untuk diperhatikan dengan benar oleh setiap organisasi yaitu masalah pandemi Covid-19. Karena seperti yang dijelaskan sebelumnya, wabah virus tersebut tidak hanya mempengaruhi perorangan saja, tapi juga kelompok-kelompok organisasi.

Jadi untuk dapat tetap berdiri dan beraktivitas dengan lancar, maka sebuah organisasi harus dapat beradaptasi dengan masalah pandemi. Caranya yaitu melalui kebijakan pemimpin untuk membentuk budaya baru yang lebih sesuai.

Pemimpin harus membuat dan memberlakukan budaya baru karena sebelumnya organisasi belum pernah terkena dampak pandemi. Karenanya, pendiri organisasi sama sekali tidak mempersiapkan cara atau budaya untuk menghadapi kondisi tersebut sebelumnya.

Sebenarnya, pemerintah juga telah menerapkan berbagai kebijakan untuk menghadapi Covid-19, misalnya dengan membuat protokol kesehatan yang wajib ditaati oleh seluruh masyarakat. Jadi, pemimpin juga bisa mengadaptasi aturan tersebut untuk diterapkan dalam organisasi.

Pemimpin bisa menjadikan kewajiban mengenakan protokol kesehatan sebagai budaya baru dalam organisasi. Adapun protokol kesehatan tersebut di antaranya yaitu 5M (memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilitas).

Selain dengan membudayakan seluruh protokol kesehatan, beberapa organisasi baik itu pemerintah maupun swasta telah memberlakukan peraturan WFH (Work from Home) bagi karyawannya. Kebijakan tersebut bisa diberikan pada individu rentan seperti lansia dan ibu hamil/menyusui.

Untuk dapat mengatasi mobilitas yang tinggi serta kerumunan dalam organisasi, pemimpin juga bisa memanfaatkan teknologi dengan baik untuk memudahkan pekerjaan. Misalnya yaitu dengan membuat absen elektronik untuk seluruh anggota atau karyawan.

Selain itu, pemimpin juga bisa mengurangi kegiatan yang mengharuskan seluruh anggota organisasi untuk berkumpul seperti rapat. Untuk mengatasinya, rapat yang biasa berlangsung di dalam ruangan bisa dilakukan secara online dengan bantuan media digital.

Lebih jauhnya, pemimpin bahkan bisa membentuk tim khusus Covid-19 dalam organisasi. Tim tersebut nantinya bekerja untuk memantau anggota lain agar terus mematuhi protokol kesehatan saat beraktivitas.

Selain itu, tim khusus tersebut juga merupakan kelompok yang seharusnya bertindak lebih dulu jika merasa salah satu anggota organisasi terpapar Covid-19. Tindakan tersebut bertujuan agar virus tersebut tidak langsung menyebar ke seluruh penjuru organisasi.

Jika aturan tersebut disampaikan dan dibudayakan pertama kali oleh pemimpin, maka pasti individu lain akan dengan sukarela mengikuti aturan tersebut. Pasalnya, teori tersebut sebelumnya telah disampaikan oleh Harold Koontz dan Heinz Weihrich.

Koontz dan Heinz mengatakan bahwa pemimpin dapat mempengaruhi seluruh bawahannya agar dapat dengan sukarela mencapai tujuan dari sebuah kelompok atau organisasi. Keduanya menyatakan bahwa kepemimpinan adalah seni mempengaruhi (Paendong dkk, 2018).

Jadi, hal tersebut dikatakan sebagai seni karena mempengaruhi orang lain agar melakukan apa yang pemimpin arahkan tidak dilakukan dengan paksaan. Justru, pengaruh tersebut diberikan dengan semangat untuk mencapai berbagai tujuan.

Selain itu, Koontz dan Heinz juga menyatakan bahwa ada empat teori yang dapat menjelaskan perilaku serta gaya kepemimpinan, yaitu kepemimpinan berdasarkan kewenangan; Likert; kisi-kisi manajerial Blake Mouton; dan rentang kekuasaan serta pengaruh (Sari, 2021).

Bagi pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan dan kewenangan, maka ada tiga gaya lagi yang menjadi bagian yaitu pertama gaya otokratik. Gaya yang menggunakan sistem komando ini akan menerapkan sistem pemberian imbalan serta hukuman (Sari, 2021).

Adapun gaya selanjutnya yaitu gaya demokratis yang mengutamakan konsultasi dengan bawahan mengenai kegiatan mendatang. Terakhir yaitu ada gaya bebas yang seluruh keputusan berada di tangan bawahan (Sari, 2021).

Kesimpulan

Dari hasil analisis di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa strategi yang paling tepat untuk diterapkan oleh organisasi dalam menghadapi pandemi yaitu dengan mengubah budaya organisasi oleh pemimpinnya.

Budaya yang bisa diterapkan yaitu diantaranya dengan mematuhi protokol kesehatan untuk memutus rantai penyebaran. Bisa juga dengan memanfaatkan teknologi sehingga memungkinkan untuk mengurangi tingkat mobilitas.

Hal tersebut sesuai dengan pengertian dari budaya organisasi yang menyatakan bahwa budaya adalah membentuk kehidupan serta kebiasaan organisasi melalui interaksi-interaksi. Adapun yang menentukan budaya tersebut yaitu pemimpin organisasi dengan gaya kepemimpinannya sendiri.

Karena setiap pemimpin, pasti tahu bagaimana cara mempengaruhi individu lain dalam organisasi untuk mengikuti arahan serta masukannya.Kepemimpinan artinya sebuah seni atau proses untuk mempengaruhi anggota untuk mencapai tujuan bersama.

Daftar Pustaka

  • Handayani, Sri Wahyu Ening. Budaya Organisasi, Iklim Komunikasi Organisasi dan Kinerja Karyawan. (Tesis, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012). Diakses pada 23 Oktober 2022 (https://scholar.google.com).
  • Pendong, Ekaristi Junaidi dkk. Kepemimpinan Visioner Bupati James Sumendap, SH dalam Pembangunan di Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Sam Ratulangi. Diakses pada  23 Oktober 2022 (https://ejournal.unsrat.ac.id).
  • Sari, Retno. Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Koto Rajo Kecamatan Kuantan Hilir Seberang dalam Penanganan Covid-19. (Skripsi, Universitas Islam Riau Pekanbaru, 2021). Diakses pada 23 Oktober 2022 (https://scholar.google.com).
  • Wulandari, Florentina Ratih. Budaya Organisasi Jurnalisme Warga dan Pemberdayaan Perempuan Indonesia. Jurnal Universitas Terbuka. Diakses pada 23 Oktober 2022 (https://repository.ut.ac).
  • Yulianto, Much. Peran Budaya Organisasi dalam Mewujudkan Visi Misi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Jurnal Ilmu Sosial Universitas Diponegoro. Diakses pada 23 Oktober 2022 (https://scholar.google.com).
  • ADPU4431 Perilaku Organisasi



Aksa Asri
Aksa Asri Tempatku melamun akan berbagai hal :")

Post a Comment for " Analisis Strategi Organisasi Terbaik dalam Menghadapi Pandemi Covid-19"